Senin, 06 November 2017

Tugas 2.3 Mengembangkan Struktur Etika Korporasi

Pengertian Good Governance

     Definisi governance menurut UNESCAP (United Nation Economic and Social Commission for Asia and The Pacific) adalah: "Pemerintahan" berarti: proses pengambilan keputusan dan proses dengan mana keputusan diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan). Pemerintahan dapat digunakan dalam berbagai konteks seperti pemerintahan korporat, pemerintahan internasional, pemerintahan nasional dan pemerintahanlokal. Good governance memiliki 8 karakteristik utama. yaitu partisipatif, berorientasi konsensus, akuntabel, transparan, responsif, efektif dan efisien, adil dan inklusif dan mengikuti aturan hukum. Guna menjamin bahwa korupsi dapat diminimalkan, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara-suara yang paling rentan dalam masyarakat didengar dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga berkesesuaian dengan kebutuhan sekarang dan masa depan masyarakat. Berikut ini adalah penjabaran dari 8 karakteristik utama dari Good Governence yang disampaikan oleh UNESCAP:
     Karakteristik pelaksanaan good governance antara lain adalah:
1. Partisipasi yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of law yaitu kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3.Transparansi umumnya dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4. Responsif yaitu lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.
5. Consensus orientasion yaitu berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency dan effectiveness yaitu pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8. Accountability adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
9.Strategic vision yaitu penyelenggaraan pemerintah dan masyarakat harus memilikivisi jauh kedepan.

Peranan Etika Bisinis dalam Penerapan Good Governance

     Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga menjadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidak berdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut; disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.
     Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Salah satu contohnya adalah Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002 yang juga menjadi dasar awal konsep GCG di beberapa negara di dunia. Undang-undang ini berisi mengenai penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor.

     Berikut ini ringkasan isi pokok dari Sarbanes-Oxley Act:
1.     Membentuk independent public company board untuk mengawasi audit terhadap perusahaan public.
2.    Mensyaratkan salah seorang anggota komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang keuangan
3.    Mensyaratkan untuk melakukan full diselosure kepada para pemegang saham berkaitan dengan transaksi keuangan yang bersifat kompleks.
4.    Mensyaratkan Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) perusahaan untuk melakukan sertifikasi tentang validitas pembuatan laporan keuangan perusahaannya.
5.    Jika diketahui mereka melakukan laporan palsu, mereka akan dipenjara selama 20 tahun dan denda sebesar US$5 juta.
6.    Melarang kantor akuntan publik dari tawaran jasa lainnya, seperti melakukan konsultasi ketika mereka sedang melaksanakan audit pada perusahaan yang sama. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest).
7.    Mensyaratkan adanya kode etik, terdaftar pada Securities and Exchange Commission (Bapepam-LK), untuk para pejabat keuangan (financial officer) ancaman hukuman 10 tahun penjara untuk pelaku kecurangan wire and mail fraud.
8.    Mensyaratkan mutual fund professional untuk menyampaikan suaranya pada wakil pemegang saham, sehingga memungkinkan para investor untuk mengetahui bagaimana saham mereka berpengaruh terhadap keputusan.
9.    Memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang kepada pihak yang berwewenang.

Etika Bisnis

Etika adalah cabang dari filsafat yang menyeilidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara:
1.     Pola umum atau cara hidup
2.    Seperangkat aturan perilaku atau kode etik
3.    Penyelidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku

Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy sebagai istilah yang mengandung empat karakteristik:
1.     Keyakinan tentang sifat manusia
2.    Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan atau kelayakan untuk mengejar kepentingan diri sendiri
3.    Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan yang seharusnya tidak dilakukan
4.    Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau jalan yang salah

Akuntabilitas

     Akuntabilitas adalah instrumen yang menunjukkan apakah prinsip-prinsip pemerintahan, hukum, keterbukaan, transparansi, keberpihakan dan kesamaan dihadapan hukum telah dihargai atau tidak. Akuntabilitas juga hal yang penting untuk menjamin nilai-nilai secara efisiensi, efektivitas, reabilitas dan prediktibiltas dari administrasipublik. Dalam peran kepemimpinan, akuntabilitas dapat merupakan pengetahuan danadanya pertanggungjawaban terhadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula di dalamnya administrasi publik pemerintahan dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi kerja yang mencakup di dalamnya mempunyai suatu kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan dan dapat dipertanyakan bagi tiap-tiap konsekuensi yang sudah dihasilkan.

Elemen Kunci dari Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas

     Direksi, pemilik perusahaan dan manajemen senior sedang dalam proses menyadari bahwa mereka dan karyawan mereka perlu memahami bahwa :
1. Organisasi mereka harus bijaksana untuk mempertimbangkan kepentingan stakeholders jangan hanya shareholders saja;
2.  Pengambilan keputusan harus mempertimbangkan nilai- nilai etika. Karena nilai-nilai organisasi, profesional, dan individu berperan dalam kerangka pengambilan keputusan maka penting bagi perusahaan untuk membentuk budaya dimana nilai-nilai etika diciptakan, dipahami, dipupuk dan semua berkomitmen untuk menjalankannya.
     Selain itu, terdapat beberapa elemen kunci lagi dalam tata kelola perusahaan dana akuntabilitas:
1.     Pengembangan, penerapan, dan pengelolaan budaya etis perusahaan
2.    Corporate codes of conduct
Dasar dari sebagian besar program etika perusahaan adalah aturan perusahaan.
3.    Kepemimpinan yang etis
Salah satu elemen kunci dalam tata kelola perusahaan dan akuntabilitas adalah “toneat the top” dan peran pemimpin dalam mengembangkan, memelihara, mengawasi perusahaan.

     Sebuah perusahaan mengembangkan etika budayanya melalui pendekatan paling sistematis untuk membangun dan memelihara struktur perusahaan.
1. Pembuatan keputusan etika yang praktis. 
     Ketika seorang pembisnis atau akuntan profesional menghadapi suatu permasalahan etis, maka jalan pertama yang harus ditempuh adalah bertanggung jawab dan tingkah laku profesional. Berikut adalah dua prinsip etika yang berdasar pada bagaimana mengusulkan kegiatan yang akan berpengaruh pada stakeholders dalam membuat keputusan:
a.    Pengembangan Motivasi
Belajar dari kasus perkara Enron, Athur Adersen, dan Worldcom yang pada akhirnya melatar belakangi lahirnya Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002 di Amerika, mempengaruhi penyusunan kepemerintahan yang luas.
b.    Kerangka Pembuatan Keputusan Beretika
Suatu keputusan harus dipertimbangkan sesuai etika dan hak jika hal itu sesuai dengan standar tertentu.

2. Akuntabilitas kepada stakeholders. 
     Terdapat tiga tipe kewajiban direktur, yakni:
a.  Kewajiban kepatuhan, mengharuskan direktur menghindari tindakan yang melebihi lingkup kekuasaan suatu perusahaan atau hukum.
b.    Kewajiban loyalitas, mengharuskan direktur untuk mengambil keputusan atau tindakan dalam keyakinan yang baik dan tidak mengikuti kepentingan pribadi melebihi kepentingan perusahaan.
c.    Due Care, mengharuskan direktur untuk rajin dan hati-hati dalam mengelola perusahaan

3. Tata kelola untuk akuntabilitas seluruh stakeholders
     Perusahaan bertanggung jawab secara hukum terhadap stakeholders dan tambahan stakeholders yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan, sehingga perusahaan mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingan semua stakeholders

4. Ancaman untuk tata kelola yang baik dan akuntabilitas
     Tiga ancaman penting, yaitu:
a. Kesalahpahaman terhadap tujuan dan fiduciary dut.
b. Kegagalan untuk mengidentifikasi dan mengelola resiko etika
c. Konflik kepentingan

Artikel Murphy

     Menurut Patrick E. Murphy dalam jurnalnya yang berjudul Creating Ethical Corporate Structure
Terdapat tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk menanamkan prinsip-prinsip etika ke dalam bisnis, yaitu:
1.  Credo perusahaan yang memberikan definisikan dan arahan kepada nilai-nilai perusahaan.
2.  Program etika dimana perusahaan berfokus pada upaya-upaya mengenai isu-isu etis.
3. Kode etik yang memberikan panduan spesifik untuk karyawan di area bisnis fungsional.
    Penelitian Murphy tentang etika dalam manajemen menghasilkan kesimpulan yang harus diingat manajer perusahaan yaitu:
1.     Tidak ada pendekatan ideal tunggal untuk etika perusahaan.
Rekomendasinya dimulai dari perusahaan kecil dengan sebuah credo dan juga sebuah perusahaan besar dengan mempertimbangkan program yang disesuaikan. Hal itu dimungkinkan untuk mengintegrasikan program-program dan menghasilkan sebuah hybrid contohnya dalam berurusan dengan insider trading
2.    Manajemen puncak harus berkomitmen.
Manajer senior harus memenangkan rancangan etika tertinggi bagi perusahaan mereka. Komitmen ini tampak jelas melalui pernyataan keras dan jelas dalam surat CEO, laporan, dan pernyataan publik.
3.    Pengembangan suatu struktur tidak cukup untuk perusahaan itu sendiri
Struktur tidak akan berguna jika tidak didukung oleh proses manajerial. Credo pertemuan pada Security Pasific dan seminar di Chemical Bank adalah contoh dari proses yang mendukung struktur.
4.    Meningkatkan kesadaran etis dari suatu organisasi tidak mudah
Banyak perusahaan yang telah menghabiskan waktu dan uang untuk mengembangkan, mendiskusikan, merevisi, dan mengkomunikasikan prinsip-prinsip etika perusahaan dan pada kenyataannya itu semua tidak menjamin peningkatan kesadaran etis.

Referensi :
Leonard J. Brooks (2004). Business and Professional Ethics for Accounting. South-WesternCollege Publishing, chapter 3 dan 5
Artikel Murphy



Tidak ada komentar:

Posting Komentar