Senin, 06 November 2017

Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi

Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·      Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·  Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara perusahaan dengan karyawannya.
·    Board Manual, panduan bagi komisaris dan direksi yang mencakup keanggotaan, tugas, kewajiban, wewenang serta hak, rapat dewan, hubungan kerja antara komisaris dengan direksi serta panduan operasional best practice.
·  Sistem Manajemen Risiko, mencakup prinsip-prinsip tentang manajemen risiko dan Implementasinya.
·  An Auditing Committee Contract, Mengatur organisasi dan manajemen komite audit beserta ruang lingkup kerjanya.
·  Piagam Komite Audit, mengatur tentang organisasi dan tata laksana komite audit serta ruang lingkup tugas.

Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :

a. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.

Contoh Kasus :
JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) lama-lama gerah juga melihat semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar modal.
Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah mempertimbangkan untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas pengawasan terhadap emiten pasar modal.
Dalam beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu adalah komite yang dibawahi oleh dewan komisaris sebuah emiten. Komite itu bertugas memberikan pendapat ke dewan komisaris terhadap laporan atau segala hal yang disampaikan direksi kepada dewan komisaris.
Komite ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh dewan komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan ketaatan terhadap aturan perundang-undangan.
Komite audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan komisaris. Intinya, komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Bapepam-LK menilai, keberadaan komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang merupakan masukan dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama, persyaratan anggota komite audit. Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI menuturkan, anggota komite audit ke depan harus merupakan anggota organisasi profesi. "Jika nanti terjadi penyimpangan oleh anggota komite audit, organisasi profesi yang bertanggung jawab," ujar dia. Misalnya, akuntan mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Kedua, adalah pembatasan jumlah anggota komite audit, yakni cukup tiga sampai lima orang saja. Ketiga, "Masa jabatan juga perlu dibatasi agar independensinya tetap terjaga," imbuh Kanaka.
Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Informasi, mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai akhir tahun ini.

Analisis :
Lemahnya tata kelola perusahaan mengakibatkan semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar modal yang mengakibatkan diperlukan adanya revisi terhadap aturan Bapepam untuk meningkatkan kualitas pengawasan terhadap emiten pasar modal itu sendiri. Menurut saya dalam kasus seperti ini memang harus segera dilakukan tindakan yang nyata untuk meminimalisir timbulnya penyalahgunaan status kepegawaian. Seperti yang sudah dijelaskan dalam kasus diatas bahwa otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Dimana keberadaan komite audit ini perlu diperkuat seiring dengan semakin kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Selain itu adanya revisi dalam aturan Bapepam seperti anggota komite audit ke depannya harus merupakan anggota organisasi profesi dan pembatasan jumlah anggota komite audit. Hal ini sebaiknya tidak hanya wacana semata melainkan dapat dilakukan tindakan yang nyata dengan membuat tata kelola perusahaan yang baik sehingga kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya system good corporate govermance dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali.


Referensi:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar