Senin, 18 Januari 2016

Menegakan HAM untuk Kepentingan Nasional

Kasus pelanggaran HAM selalu menjadi perhatian masyarakat. Bahkan semua yang melanggar kebebasan seseorang  dinilai melanggar  HAM. Kondisi ini  mengingatkan  pada mencuatnya isu kebebasan  dan  hak hak  dasar  manusia  yang  pernah  menjadi  ikon kosmologi pada abad ke-18.
Pada masa itu hak-hak dasar tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dihormati penguasa. Tetapi, juga hak yang mutlak dimiliki oleh rakyat. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh, Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang. Bahkan pada abad 18 muncul kredo (pernyataan kepercayaan) tiap manusia dikaruniakan hak-hak yang kekal.
HAM merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan ketika umat manusia beralih memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke kehidupan modern. Betapa HAM telah mendapat tempat khusus di tengah-tengah perkembangan  kehidupan  manusia  mulai abad 18 sampai sekarang.
Negara wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan sebagian hak-haknya kepada negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial). Negara memiliki hak membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM. Negara, pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (grossviolation of human rights).
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Kasus-kasus pelanggaran HAM pada periode 1998-2011, diantaranya: Kasus Semanggi I dan II, Trisakti (Tahun 1998), Kasus Poso (Tahun 1998), Kasus Ambon (Tahun 1999), Kasus Sampit (Tahun 2001), Kasus Ahmadiyah (Tahun 2007-2008), Kasus pelarangan pendirian rumah ibadah Ahmadiyah (2009-2010), Kasus Prita Mulyasari (Tahun 2010-2011).
Namun demikian dalam era reformasi ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen penegakan HAM. Diantaranya amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan MPR  RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai  HAM kepada seluruh masyarakat.
UUD 1945 juga menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Peran Serta Masyarakat
Penegakan HAM di negara kita tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta lembaga independen dan masyarakat sangat diperlukan. Upaya penegakan hak asasi manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala didukung oleh semua pihak. Usaha yang dilakukan Komnas HAM tidak akan efektif apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.
Sebagai contoh, Komnas HAM telah bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan membuka kotak pengaduan dari masyarakat. Tekad dan usaha ini tidak akan berhasil apabila masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelanggaran HAM. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengupayakan penegakan HAM sangat dibutuhkan.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:
·         Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga berwenang lainnya.
·         Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga terkait lainnya.
·         Masyarakat juga dapat bekerja sama dengan Komnas HAM untuk meneliti, memberi pendidikan, dan meyebarluaskan informasi mengenai HAM pada segenap lapisan masyarakat.
Peran masyarakat terhadap upaya penegakan HAM, misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Mereka juga dapat mendata kasus-kasus pelanggaran HAM dan melakukan pembelaan atau pendampingan. LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan masyarakat, korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan, penegakan hukum.
Kehadiran LSM-LSM ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah-langkah pemerintah dalam pelaksanaan HAM di Indonesia, Namun kiranya penegakan HAM juga harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat negara asing yang mensponsori berbagai Lembaga Non Pemerintah (LSM) untuk menegakan HAM terhadap beberapa isu, tetapi negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran HAM terhadap negara lainnya atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standar ganda, untuk itu mari kita semua membangun iklim negara Indonesia yang demokratis, yang menghormati HAM yang didasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka mencapai Indonesia yang kita cita-citakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar