Rabu, 28 Oktober 2015

Siapkah Koperasi Menghadapi Era Globalisasi

Undang-undang No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa koperasi disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu, koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi, sehingga mampu berperan sebagai soko guru perekonomian nasional. Koperasi merupakan salah satu dari tiga “soko guru ekonomi”.  Koperasi adalah lembaga ekonomi yang berpotensi besar untuk mengurangi tingkat kebergantungan ekonomi kita terhadap ekonomi dunia.
Di banyak negara maju, koperasi sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian. Koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar. Dengan demikian koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar, dan ternyata koperasi juga bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, dengan lebih menerapkan asas kerjasama dari pada persaingan. Di negara maju, kebanyakan koperasi tidak dipengaruhi politik. Kegiatan koperasi di negara maju adalah murni kegiatan ekonomi, sehingga sudah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi dalam kondisi persaingan.
Globalisasi ekonomi bisa dikatakan sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era globalisasi bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan investasi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi didorong oleh dua faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi, transportasi, informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Globalisasi dan liberalisasi, kedua-duanya merupakan kekuatan lama yang telah berubah dari latent, menjadi riil dan penuh vitalitas pada saat ini. Pasar bebas dengan segala ketidaksempurnaannya mampu menggulung dan menggusur apa saja yang merintanginya. Pasar-bebas yang diberlakukan di negara-negara berkembang tidak sedikit yang menghasilkan pelumpuhan (disempowerment) bahkan pemiskinan (impoverishment) terhadap rakyat kecil (Swasono, 1994). Dalam kenyataannya, pasar-bebas adalah pasarnya para penguasa pasar, yaitu mereka yang menguasai dana-dana sangat besar, yang akhirnya secara langsung atau tidak langsung mengontrol bekerjanya mekanisme-pasar. Mekanisme pasar tak lain adalah suatu mekanisme lelangan (Thurow, 1987).
Dengan kondisi seperti itu, pemilik dana besarlah yang akan menang dalam lelangan (auction). Sementara yang miskin akan hanya menjadi penonton transaksi ekonomi, menerima nasib sebagai price-taker, atau bahkan akan bisa tergusur peran ekonominya (Swasono, 1994). Dalam persaingan seperti ini, maka yang besar dan kuat secara ekonomi akan keluar sebagai pemenang. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Thomas Friedman (1999) sebagai “the winner-take-all market” sebagaimana ia telah menyitir ekonom-ekonom yang mencemaskan globalisasi ekonomi sebagai penyebar ketidak-adilan global.
Meskipun lingkungan ekonomi telah didominasi oleh mekanisme pasar kapitalistik, namun gerakan koperasi tetap lebih dekat dengan kolektivisme dan sosialisme, yaitu mengutamakan kepentingan masyarakat (publik), dengan tetap menghormati identitas dan inisiatif individu. Banyak yang menganggap bahwa dalam globalisasi ekonomi saat ini mempertentangkan kapitalisme dan sosialisme telah dianggap kuno, meskipun pembela-pembela dari masing-masing kubu masih terus gigih mempertahankan keyakinan mereka masing-masing secara filsafati.
Bagaimanapun juga, kita perlu mengamati perkembangan keduanya sehingga gerakan koperasi dapat mampu menempatkan dirinya dengan tepat, bahkan dapat ikut berperan membentuk kecenderungan-kecenderungan baru dan sekaligus mengarahkan proses globalisasi ekonomi dalam mencapai wujud finalnya. Wujud final itu diharapkan dapat menjanjikan suatu kemakmuran dan keadilan global (Sri Edi Swasono (2000). Di era seperti itu, pelaku ekonomi yang tidak efisien, kurang cekatan melihat peluang, dan tidak segera mengadakan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman akan tergilas oleh waktu. Oleh karena itu, koperasi harus mengubah jati diri dan orientasinya dalam berbisnis. Jika tidak, koperasi akan makin terpuruk dan dominasi pemilik modal terhadap ekonomi nasional makin mencengkeram.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi makin menjauhkan pemerintah dari permainan pasar sehingga koperasi tidak mungkin lagi untuk banyak berharap kepada pemerintah untuk mengatasi kelemahannya. Sikap pemerintah yang makin memberikan keleluasaan kepada liberalisasi ekonomi yang menyebabkan berkurangnya insentif dan fasilitas kepada koperasi hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi koperasi. Koperasi harus bersaing untuk meningkatkan kontribusinya dan mewujudkan perekonomian yang lebih berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Profesionalisme harus menjadi roh dari manajemen koperasi. Koperasi jangan diasumsikan sebagai lembaga ekonomi untuk orang-orang miskin sehingga hanya mengelola kebutuhan dasar dan kemampuan pengelolanya pun menjadi apa adanya.
Berkaitan dengan konsep pembangunan ekonomi, koperasi masih dipandang sebagai salah satu elemen ekonomi yang strategis. Namun demikian, keberadaan dan tumbuh kembangnya koperasi ternyata masih menjadi perdebatan dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Ketika koperasi mendapat kemudahan dan fasilitas dari pemerintah serta derajat globalisasi dan liberalisasi ekonomi belum secepat seperti saat ini, koperasi belum pernah mampu memberikan peran yang signifikan. Koperasi tetap menjadi kelompok marginal. Apa lagi dengan kondisi seperti sekarang, dimana globalisasi dan liberalisasi ekonomi sudah merajalela dan berkembang sangat cepat. Oleh karena itu, seringkali timbul pertanyaan terkait dengan cepatnya proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi, yakni tentang kewajaran apabila pemerintah tetap berobsesi menempatkan koperasi sebagai salah satu soko guru ekonomi.
Walaupun banyak kendala dan tantangan terkait dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi di Indonesia masih menunjukkan eksistensinya, bahkan masih ada pekembangan. Sebagai gambaran umum saja, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2005 sampai pertengahan 2007, jumlah koperasi meningkat dari 134.963 unit menjadi 144.527 unit. Penyerapan tenaga kerja meningkat dari 288.589 orang menjadi 369.302 orang, sedangkan permodalannya meningkat dari Rp 33.015.403,45 juta menjadi Rp 43.211.059,79 juta.  Selain itu, lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus mampu memberikan layanan dan manfaat kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan tersebut diharapkan dapat timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab maupun penggunaan haknya. Kebersamaan dalam berkoperasi sebagai modal sosial untuk menciptakan rasa saling percaya, kerukunan, dan toleransi satu sama lain.
Kebersamaan juga merupakan modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Menurut Purbayu (2004) agar supaya koperasi dapat tetap eksis dalam era globalisasi perlu menempuh empat langkah:
1.      Merestrukturisasi hambatan internal dengan mengikis segala konflik yang ada (dalam hal ini mengandung unsur kebersamaan)
2.      Melakukan pembenahan manajerial
3.      Integrasi ke luar dan ke dalam
4.      Peningkatan efisiensi dalam proses produksi dan distribusi.
Dari kajian-kajian yang dilakukan oleh para ahli, antara lain; Soetrisno (2001), Lawless dan Reynolds (2004), Peterson (2005), Keeling (2005), Hendar dan Kusnadi (2005) tentang perkembangan koperasi, penulis menyimpulkan bahwa: koperasi harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu organisasi bisnis di posisi terdepan dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lain yang menjadi pesaing-pesaingnya di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Faktor utama untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi adalah hubungan, kekompakan, dan kerjasama para anggota.
Pada peringatan Hari Koperasi Nasional 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan bahwa: “Dalam era globalisasi bisa saja perusahaan raksasa dunia mendominasi semua kegiatan bisnis. Meskipun keberadaan mereka penting tetapi absennya koperasi dan usaha kecil menengah, maka upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetap sulit. Solusinya adalah makin kedepan koperasi dan usaha kecil dan menengah mesti dikembangkan di seluruh tanah air agar lebih banyak saudara-saudara kita yang bisa berusaha. Mari kita jalankan dan tingkatkan. ”
Pemerintah sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan ekonomi nasional, harus terus mengembangkan iklim kondusif bagi pertumbuhan koperasi secara konsisten. Keberpihakan pemerintah pada kekuatan ekonomi rakyat melalui gerakan koperasi, akan berkembang dan menjadi kenyataan jika didukung oleh konsistensi dan system yang berlaku. Pernyataan dan harapan SBY tentang pengucuran KUR perlu didukung perwujudannya. Akan tetapi yang sebenarnya lebih dibutuhkan adalah membangun dan meningkatkan kompetensi dan semangat sumber daya manusia untuk menjalankan kegiatan/aktivitas yang dapat menghasilkan nilai atau manfaat yang lebih besar. Hal ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang lebih efektif.
Pemerintah perlu membuat program untuk memfasilitasi agar diklat dapat berjalan secara berkesinambungan, antara lain dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal yang terkait dengan bidang ekonomi dan bisnis, dengan catatan bahwa program tersebut harus bisa terlaksana dengan baik (sesuai dengan sasaran), tidak hanya sekedar melaksanakan program demi untuk memanfaatkan anggaran yang sudah ditetapkan. Untuk itu juga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap proses dan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program diklat tersebut.
Dengan demikian, dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus tetap dibawa dan diarahkan untuk tetap dapat berperan sebagai salah satu dari soko guru perekonomian nasional, yakni; koperasi, badan usaha milik negara, dan swasta. Untuk itu koperasi perlu lebih membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi. Pemerintah bersama koperasi dan masyarakat perlu melakukan beberapa hal yang telah penulis sebutkan di muka terkait dengan penguatan koperasi, sehingga ketiga soko guru ekonomi nasional dapat berjalan secara seimbang (seimbang tidak selalu berarti sama rasa sama rata). Masyarakat tidak perlu terlalu pesimis dengan berbagai tantangan dan ancaman globalisasi dan liberalisasi ekonomi, dan harus punya keyakinan bahwa sistem apapun yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari kemampuan dan kerjasama serta kebersamaan manusia.
Daftar pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar