Rabu, 28 Oktober 2015

Siapkah Koperasi Menghadapi Era Globalisasi

Undang-undang No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa koperasi disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu, koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi, sehingga mampu berperan sebagai soko guru perekonomian nasional. Koperasi merupakan salah satu dari tiga “soko guru ekonomi”.  Koperasi adalah lembaga ekonomi yang berpotensi besar untuk mengurangi tingkat kebergantungan ekonomi kita terhadap ekonomi dunia.
Di banyak negara maju, koperasi sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian. Koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar. Dengan demikian koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar, dan ternyata koperasi juga bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, dengan lebih menerapkan asas kerjasama dari pada persaingan. Di negara maju, kebanyakan koperasi tidak dipengaruhi politik. Kegiatan koperasi di negara maju adalah murni kegiatan ekonomi, sehingga sudah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi dalam kondisi persaingan.
Globalisasi ekonomi bisa dikatakan sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era globalisasi bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan investasi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi didorong oleh dua faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi, transportasi, informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Globalisasi dan liberalisasi, kedua-duanya merupakan kekuatan lama yang telah berubah dari latent, menjadi riil dan penuh vitalitas pada saat ini. Pasar bebas dengan segala ketidaksempurnaannya mampu menggulung dan menggusur apa saja yang merintanginya. Pasar-bebas yang diberlakukan di negara-negara berkembang tidak sedikit yang menghasilkan pelumpuhan (disempowerment) bahkan pemiskinan (impoverishment) terhadap rakyat kecil (Swasono, 1994). Dalam kenyataannya, pasar-bebas adalah pasarnya para penguasa pasar, yaitu mereka yang menguasai dana-dana sangat besar, yang akhirnya secara langsung atau tidak langsung mengontrol bekerjanya mekanisme-pasar. Mekanisme pasar tak lain adalah suatu mekanisme lelangan (Thurow, 1987).
Dengan kondisi seperti itu, pemilik dana besarlah yang akan menang dalam lelangan (auction). Sementara yang miskin akan hanya menjadi penonton transaksi ekonomi, menerima nasib sebagai price-taker, atau bahkan akan bisa tergusur peran ekonominya (Swasono, 1994). Dalam persaingan seperti ini, maka yang besar dan kuat secara ekonomi akan keluar sebagai pemenang. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Thomas Friedman (1999) sebagai “the winner-take-all market” sebagaimana ia telah menyitir ekonom-ekonom yang mencemaskan globalisasi ekonomi sebagai penyebar ketidak-adilan global.
Meskipun lingkungan ekonomi telah didominasi oleh mekanisme pasar kapitalistik, namun gerakan koperasi tetap lebih dekat dengan kolektivisme dan sosialisme, yaitu mengutamakan kepentingan masyarakat (publik), dengan tetap menghormati identitas dan inisiatif individu. Banyak yang menganggap bahwa dalam globalisasi ekonomi saat ini mempertentangkan kapitalisme dan sosialisme telah dianggap kuno, meskipun pembela-pembela dari masing-masing kubu masih terus gigih mempertahankan keyakinan mereka masing-masing secara filsafati.
Bagaimanapun juga, kita perlu mengamati perkembangan keduanya sehingga gerakan koperasi dapat mampu menempatkan dirinya dengan tepat, bahkan dapat ikut berperan membentuk kecenderungan-kecenderungan baru dan sekaligus mengarahkan proses globalisasi ekonomi dalam mencapai wujud finalnya. Wujud final itu diharapkan dapat menjanjikan suatu kemakmuran dan keadilan global (Sri Edi Swasono (2000). Di era seperti itu, pelaku ekonomi yang tidak efisien, kurang cekatan melihat peluang, dan tidak segera mengadakan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman akan tergilas oleh waktu. Oleh karena itu, koperasi harus mengubah jati diri dan orientasinya dalam berbisnis. Jika tidak, koperasi akan makin terpuruk dan dominasi pemilik modal terhadap ekonomi nasional makin mencengkeram.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi makin menjauhkan pemerintah dari permainan pasar sehingga koperasi tidak mungkin lagi untuk banyak berharap kepada pemerintah untuk mengatasi kelemahannya. Sikap pemerintah yang makin memberikan keleluasaan kepada liberalisasi ekonomi yang menyebabkan berkurangnya insentif dan fasilitas kepada koperasi hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi koperasi. Koperasi harus bersaing untuk meningkatkan kontribusinya dan mewujudkan perekonomian yang lebih berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Profesionalisme harus menjadi roh dari manajemen koperasi. Koperasi jangan diasumsikan sebagai lembaga ekonomi untuk orang-orang miskin sehingga hanya mengelola kebutuhan dasar dan kemampuan pengelolanya pun menjadi apa adanya.
Berkaitan dengan konsep pembangunan ekonomi, koperasi masih dipandang sebagai salah satu elemen ekonomi yang strategis. Namun demikian, keberadaan dan tumbuh kembangnya koperasi ternyata masih menjadi perdebatan dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Ketika koperasi mendapat kemudahan dan fasilitas dari pemerintah serta derajat globalisasi dan liberalisasi ekonomi belum secepat seperti saat ini, koperasi belum pernah mampu memberikan peran yang signifikan. Koperasi tetap menjadi kelompok marginal. Apa lagi dengan kondisi seperti sekarang, dimana globalisasi dan liberalisasi ekonomi sudah merajalela dan berkembang sangat cepat. Oleh karena itu, seringkali timbul pertanyaan terkait dengan cepatnya proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi, yakni tentang kewajaran apabila pemerintah tetap berobsesi menempatkan koperasi sebagai salah satu soko guru ekonomi.
Walaupun banyak kendala dan tantangan terkait dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi di Indonesia masih menunjukkan eksistensinya, bahkan masih ada pekembangan. Sebagai gambaran umum saja, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2005 sampai pertengahan 2007, jumlah koperasi meningkat dari 134.963 unit menjadi 144.527 unit. Penyerapan tenaga kerja meningkat dari 288.589 orang menjadi 369.302 orang, sedangkan permodalannya meningkat dari Rp 33.015.403,45 juta menjadi Rp 43.211.059,79 juta.  Selain itu, lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus mampu memberikan layanan dan manfaat kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan tersebut diharapkan dapat timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab maupun penggunaan haknya. Kebersamaan dalam berkoperasi sebagai modal sosial untuk menciptakan rasa saling percaya, kerukunan, dan toleransi satu sama lain.
Kebersamaan juga merupakan modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Menurut Purbayu (2004) agar supaya koperasi dapat tetap eksis dalam era globalisasi perlu menempuh empat langkah:
1.      Merestrukturisasi hambatan internal dengan mengikis segala konflik yang ada (dalam hal ini mengandung unsur kebersamaan)
2.      Melakukan pembenahan manajerial
3.      Integrasi ke luar dan ke dalam
4.      Peningkatan efisiensi dalam proses produksi dan distribusi.
Dari kajian-kajian yang dilakukan oleh para ahli, antara lain; Soetrisno (2001), Lawless dan Reynolds (2004), Peterson (2005), Keeling (2005), Hendar dan Kusnadi (2005) tentang perkembangan koperasi, penulis menyimpulkan bahwa: koperasi harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu organisasi bisnis di posisi terdepan dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lain yang menjadi pesaing-pesaingnya di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Faktor utama untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi adalah hubungan, kekompakan, dan kerjasama para anggota.
Pada peringatan Hari Koperasi Nasional 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan bahwa: “Dalam era globalisasi bisa saja perusahaan raksasa dunia mendominasi semua kegiatan bisnis. Meskipun keberadaan mereka penting tetapi absennya koperasi dan usaha kecil menengah, maka upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetap sulit. Solusinya adalah makin kedepan koperasi dan usaha kecil dan menengah mesti dikembangkan di seluruh tanah air agar lebih banyak saudara-saudara kita yang bisa berusaha. Mari kita jalankan dan tingkatkan. ”
Pemerintah sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan ekonomi nasional, harus terus mengembangkan iklim kondusif bagi pertumbuhan koperasi secara konsisten. Keberpihakan pemerintah pada kekuatan ekonomi rakyat melalui gerakan koperasi, akan berkembang dan menjadi kenyataan jika didukung oleh konsistensi dan system yang berlaku. Pernyataan dan harapan SBY tentang pengucuran KUR perlu didukung perwujudannya. Akan tetapi yang sebenarnya lebih dibutuhkan adalah membangun dan meningkatkan kompetensi dan semangat sumber daya manusia untuk menjalankan kegiatan/aktivitas yang dapat menghasilkan nilai atau manfaat yang lebih besar. Hal ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang lebih efektif.
Pemerintah perlu membuat program untuk memfasilitasi agar diklat dapat berjalan secara berkesinambungan, antara lain dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal yang terkait dengan bidang ekonomi dan bisnis, dengan catatan bahwa program tersebut harus bisa terlaksana dengan baik (sesuai dengan sasaran), tidak hanya sekedar melaksanakan program demi untuk memanfaatkan anggaran yang sudah ditetapkan. Untuk itu juga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap proses dan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program diklat tersebut.
Dengan demikian, dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus tetap dibawa dan diarahkan untuk tetap dapat berperan sebagai salah satu dari soko guru perekonomian nasional, yakni; koperasi, badan usaha milik negara, dan swasta. Untuk itu koperasi perlu lebih membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi. Pemerintah bersama koperasi dan masyarakat perlu melakukan beberapa hal yang telah penulis sebutkan di muka terkait dengan penguatan koperasi, sehingga ketiga soko guru ekonomi nasional dapat berjalan secara seimbang (seimbang tidak selalu berarti sama rasa sama rata). Masyarakat tidak perlu terlalu pesimis dengan berbagai tantangan dan ancaman globalisasi dan liberalisasi ekonomi, dan harus punya keyakinan bahwa sistem apapun yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari kemampuan dan kerjasama serta kebersamaan manusia.
Daftar pustaka


Wajah Koperasi Di Indonesia

Menegakkan wibawa perkoperasian di Indonesia masih butuh perjuangan berat.  Jalan masih panjang untuk benar-benar merealisasikan jargon koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Salah satu penyebabnya, penetrasi Credit Union di tanah air yang masih memprihatinkan.
Berdasarkan statistik WOCCU (World Council of Credit Union), pada akhir tahun 2012 lalu Indonesia memiliki 930 Credit Union atau Koperasi yang terdaftar resmi di Inkopdit dengan anggota individu 2.070.024 orang. Jumlah ini dibandingkan dengan jumlah penduduk baru mencapai sekitar 1,23%. Bandingkan dengan negara-negara lain yang lebih melek koperasi seperti Filipina dengan persentase 6,72%, Srilanka 6,24%, Thailand 7,24% atau Korea yang mencapai `16,54%. Jangan pikir negara kapitalis seperti Amerika Serikat alergi terhadap gerakan ekonomi kerakyatan ini. Persentase penduduk yang jadi anggota koperasi disana lebih tinggi lagi yaitu 45,39%. Bahkan kita masih berada di bawah  beberapa negara di Afrika yang masih berjibaku melawan kemiskinan seperti Malawi yang mencapai 1,25% dan Zimbabwe 1,93%.
Walaupun saat ini koperasi mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan namun bukan berarti tidak ada koperasi yang tidak aktif atau koperasi yang gulung tikar. Banyak hal yang menyebabkan koperasi-koperaasi di Indonesia mengalami kebangkrutan yang dikarenakan diantaranya yaitu kegiatan operasional tidak berdasarkan prinsip, nilai dan azas koperasi, buruknya manajemen koperasi baik manajemen keuangan maupun manajemen SDM serta minimnya partisipasi anggota akibat kurangnya pendidikan akan perkoperasian. Penyebab yang paling sering dialami koperasi-koperasi Indonesia adalah mengalami kurangnya modal usaha yang juga disebabkan oleh tidak disiplin administratif oleh anggota serta tidak adanya kemitraan yang dijalin oleh koperasi. Hal diatas diperkuat oleh data Laporan Dinas Koperasi dan UMKM tahun 2000 – 2010  yang dimana terdapat 88.930 koperasi aktif dan 14.147 koperasi yang tidak aktif pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan pada tahun 2001 sebesar 89.756 koperasi yang aktif dan 21.010 koperasi yang tidak aktif. Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat pertumbuhan koperasi yang aktif juga diikuti oleh peningkatan koperasi yang tidak aktif. Sangat disayangkan jika koperasi hanya bertumbuh secara kuantitas dan bukan secara kualitas.

Pekerjaan Rumah pertama adalah bagaimana membenahi mindset masyarakat mengenai koperasi. Sebagian orang masih menganggap koperasi itu hanya tempat simpan dan pinjam belaka. Karena fungsinya direduksi seperti itu, akhirnya koperasi pun kalah pamor dengan lembaga keuangan lain. Seperti Perbankan yang fitur-fitur simpanannya lebih komplit, dan Lembaga Pembiayaan yang pelayanan pinjamannya lebih canggih. Tidak usah heran persentase masyarakat yang menjadi anggota koperasi masih sangat minim.
Tidak bisa dipungkiri juga, faktor lain yang mendorong masyarakat resisten adalah masih ada noktah hitam pada gerakan koperasi yang diakibatkan oleh oknum-oknum yang mengambil keuntungan secara sepihak dari penggalangan dana masyarakat. Ini juga yang membuat sebagian orang lainnya mencibir begitu mendegar kata koperasi.
Dulu pernah ada koperasi yang berhasil menghimpun anggota dan dana yang banyak. Koperasi itu bernama Kospin, terbentuk di daerah Pinrang, Sulawesi Selatan. Anggotanya sampai ke Makassar, Saat itu Kospin berani menawarkan bunga tinggi kepada anggotanya, konon bisa mencapai 30% per bulan. Siapa yang tidak tergiur dengan bunga tinggi begitu? Maka berbondong-bondonglah masyarakat menjadi anggota pada koperasi tersebut. Anggota-anggota awal mungkin masih bisa merasakan manfaat tabungannya karena saat itu likuiditas koperasi masih digunakan sebagaimana mestinya. Tapi pada saat cash in sudah semakin banyak, seriring dengan pertambahan anggota, pengelola koperasi pun gelap mata lalu kabur meninggalkan anggota-anggotanya. Tidak sedikit anggota yang sudah menanamkan dana jutaan hingga puluhan juta rupiah.
Anehnya kasus-kasus seperti ini tidak kunjung membuat masyarakat jera pada praktik-praktik mencari keuntungan instan. Modus yang sama masih sering kita dengar terjadi. Terakhir masih segar di ingatan kita tragedi Koperasi Langit Biru yang telah merugikan lebih dari 100 ribu anggotanya.
Memang tidak semua permasalahan koperasi timbul karena pengelolanya yang pendek iman. Bisa juga karena kapasitas pengelola yang belum memadai, atau pengetahuan mengenai manajemen keuangan dan perkreditan yang masih kurang. Masalah-masalah sehubungan dengan itu misalnya timbul kredit macet yang besar, atau biaya modal yang tinggi akibat cash in banyak tapi pengelola tidak mampu memutar kembali sumber dana yang dimilikinya, sehingga koperasi terus merugi.
Untuk menalangi permasalahan seperti ini Pemerintah cq Kementerian Koperasi pun biasa menggelontorkan sejumlah dana dari APBN. Syukur-syukur kalau dana tersebut bisa segera memulihkan masalah likuiditas koperasi-koperasi yang bermasalah. Sayangnya, pemerintah belum memainkan fungsi pengawasannya secara maksimal. Efek belati bermata dua dari bantuan seperti ini adalah munculnya banyak koperasi siluman. Indikatornya adalah jumlah koperasi yang meningkat menjelang pengucuran dana bergulir, lalu setelah itu banyak diantaranya yang hilang tak berbekas. Bisa ditebak kantung siapa yang terisi.
Kabar Baik Koperasi
Ulasan fenomena di atas bukan untuk menakut-nakuti tapi untuk memberi tambahan wawasan kepada pembaca bagaimana sebenarnya keadaan di lapangan yang membuat sebagian orang memiliki paradigma negatif mengenai koperasi. Padahal jika koperasi benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya, koperasi dapat menjadi sarana yang baik bagi masyarakat untuk memberdayakan diri dan mengembangkan potensi ekonominya.
Kemajuan gerakan koperasi di Propinsi Kalimantan Barat misalnya dapat menjadi contoh bagaimana koperasi benar-benar bermitra dengan masyarakat. Di kota Pontianak dan sekitarnya, ada Credit Union (CU) Khatulistiwa Bakti, CU Lantang Tipo, CU Keling Kumang, CU Pancur Kasih dan sejumlah Credit Union Besar lainnya. Di sana koperasi atau Credit Union telah berdiri puluhan tahun dan tetap eksis serta terus berkembang bersama masyarakat. Puluhan CU di sana bernaung di bawah beberapa CU sekunder (Puskopdit) yang juga tata kelolanya baik, seperti Puskopdit BKCU Kalimantan, Puskopdit Kapuas, dan lain-lain.
Di Pulau Jawa beberapa Credit Union dalam jaringan kami masih berjalan baik dan tetap setia pada core business-nya, melayani orang-orang kecil misalnya CUMI (Credit Union Microfinance Innovation) Pelita Kasih di Blok Q Jakarta, kemudian CU Primadanarta di Surabaya, dan beberapa Credit Union lainnya. Begitu pula di kepulauan Nusa Tenggara yang memang memiliki banyak koperasi. Sebagian di antaranya juga berjalan baik dan berhasil bermitra bersama masyarakat seperti CU Kasih Sejahtera di Atambua, CU Liku Aba di Sumba, CU Sinar Saron di Larantuka dan sejumlah CU lainnya.
Salah satu tempat di pedalaman Sulawesi Barat sebagian besar dari mereka adalah anggota koperasi simpan pinjam setempat yang telah berdiri puluhan tahun. Memang koperasi mereka agak statis jalannya, tapi ternyata di masa lalu koperasi itu jadi pahlawan yang menemani mereka melewati masa-masa susah. Sebagian besar dari mereka adalah transmigran asal NTT yang hijrah kurang lebih 30-an tahun lalu. Beberapa saat setelah mereka menetap di sana mereka pun sepakat mendirikan koperasi sebagai sarana berkumpul dan gotong royong dalam bidang ekonomi.  Hanya saja pada  saat itu uang bukanlah barang yang mudah diperoleh, karena lahan yang mereka garap belum menghasilkan dan subsidi dari pemerintah saat itu hanya berupa beras serta sembako seadanya. Jadi sebagai media cooperative-nya mereka menggunakan beras. Simpanan pokok, iuran wajib, pinjaman dan bunganya semuanya ditakar dalam bentuk beras. Jadi bila ada kepala keluarga anggota koperasi yang membutuhkan dipersilahkan meminjam beras dalam jumlah tertentu. Nantinya pengembalian pinjaman plus bunganya juga dalam bentuk beras. Kebiasaan itu berlangsung beberapa lama sampai peredaran uang mulai lancar karena tanah yang mereka olah sudah mulai menghasilkan. Cerita inspiratif tadi membuktikan kehadiran koperasi juga ikut berkontribusi bagi perkembangan ekonomi masyarakat.
Kesimpulannya, koperasi pada dasarnya berdiri di atas nilai-nilai luhur untuk membantu mengangkat potensi ekonomi masyarakat. Sayangnya, sebagian orang menggunakan kedok koperasi untuk menghimpun dana masyarakat demi keuntungan semata. Orang-orang seperti inilah yang seringkali mencoreng wajah perkoperasian kita. Sebagian koperasi lain berjalan di tempat karena kurangnya pengetahuan pengelolanya mengenai tata kelola koperasi. Untuk masalah yang terakhir ini, pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Koperasi dan UKM mesti memainkan peranannya lebih baik lagi.
Daftar pustaka

Rabu, 21 Oktober 2015

Andai Aku Jadi Menteri Koperasi


Sebelum memaparkan bagaimana jika saya menjadi menteri koperasi, saya akan membahas terlebih dulu tentang pengertian Koperasi dan Menteri itu sendiri.
Menurut pasal 1 UU No. 25/1992, yang dimaksud dengan koperasi di Indonesia adalah suatu badan usaha yang memiliki dasar asas kekeluargaan.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Pemahaman koperasi secara umum adalah:
Suatu perkumpulan orang yang secara sukarela berjuang bersama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui pembentukan suatu badan usaha yang dikelola secara demokratis.
Sedangkan pengertian Menteri (bahasa Inggris: minister) adalah jabatan politik yang memegang suatu jabatan publik siginifikan dalam pemerintah. Menteri biasanya memimpin suatu kementerian dan dapat merupakan anggota dari suatu kabinet, yang umumnya dipimpin oleh seorang raja/ratu, gubernur jenderal, presiden, atau perdana menteri.
Tugas dan fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara pasal 552, 553 dan 554, yaitu: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi
1.      Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
2.      Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
3.      Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
4.      Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; dan
5.      Penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan undang-undang di bidang koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.
Prinsip Koperasi
Seluruh Koperasi di Indonesia wajib menerapkan dan melaksanakan prinsip-prinsip koperasi, sebagai berikut:
·         keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
·         pengelolaan dilakukan secara demokratis;
·         pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
·         pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
·         kemandirian;
·         pendidikan perkoperasian;
·         kerja sama antar koperasi.
Setelah mengetahui tentang fungsi, tujuan kementerian koperasi dan prinsip koperasi, saya sebagai menteri koperasi tentu ingin mengembangkan koperasi agar masyarakat menyadari bahwa koperasi mempunyai segudang manfaat. Tidak hanya untuk pemerintah tapi juga untuk anggota koperasi yang sudah bergabung. Misi saya jika saya menjadi menteri koperasi adalah ingin memajukan koperasi dalam segala hal. Misalkan dari segi SDM, sistem dan struktur organisasinya.
Visi saya adalah sebagai berikut:
1.      Memperkelankan dan mensosialisakian tentang koperasi hingga ke daerah-daerah terpencil
2.      Meningkatkan mutu pegawai agar mutu pelayanan bagi masyarakat meningkat
3.      Membuat sistem komputerisasi agar memudahkan masyarakat untuk mengetahui informasi mengenai koperasi
4.      Mencari SDM yang berkualitas dan ahli dalam bidang koperasi
5.      Membuat struktur organisasi yang efisien dan efektif
Walaupun saat ini koperasi mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan namun bukan berarti tidak ada koperasi yang tidak aktif atau koperasi yang gulung tikar. Banyak hal yang menyebabkan koperasi-koperaasi di Indonesia mengalami kebangkrutan yang dikarenakan diantaranya yaitu kegiatan operasional tidak berdasarkan prinsip, nilai dan azas koperasi, buruknya manajemen koperasi baik manajemen keuangan maupun manajemen SDM serta minimnya partisipasi anggota akibat kurangnya pendidikan akan perkoperasian. Maka dari itu, kebijakan yang akan saya lakukan sebagai menteri adalah sebagai berikut:
1.      Penyediaan modal dan akses kepada sumber dan lembaga keuangan. Ditambah dengan pemberian kemudahan (bukan berbelit-belit) dalam mengurus administrasi untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar. Dapat juga melalui pengefektifan dan pengefisienan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disediakan oleh pemerintah sebelumnya.
2.      Meningkatkan kualitas dan kapasitas kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas SDM, mereka perlu “dibangunkan” kembali mengapa mereka berada di koperasi, orang yang masih konsisten berusaha mengembalikan mindset orang yang  tidak aktif agar mereka mau berorganisasi khususnya koperasi berdasarkan asas dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
3.      Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yang didirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan yang handal.
4.      Meningkatkan kemampuan pemasaran UMKMK. Pemberian pendidikan mengenai pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut tenaga profesional yang ahli dalam hal pemasaran.
5.      Meningkatkan akses informasi usaha bagi UMKMK.
6.      Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku usaha (UMKMK, Usaha Besar dan BUMN).
7.      Melakukan/membuat program goes to goal, yaitu langsung ke tujuan atau sasaran. Dilakukan dengan cara memberikan bantuan baik modal, konsep, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh koperasi dan UMKM atau dengan membidik para individu yang memiliki jiwa enterpreneur dengan tetap adanya prinsip prudensial dan adanya manager investasi (meminjam istilah perbankan syariah dimana nasabah yang telah diberi pinjaman tetap terus mendapat pengawasn atau layanan prima dalam pengolahan dana yang ). Selama ini banyak orang ahli dalam bidang UMKMK mengadakan seminar-seminar demi meningkatnya kualitas dan kuantitas dari UMKMK, namun “efek” yang ada dari seminar tersebut tidaklah lama, hanya bertahan sebentar, untuk itu lebih baik mereka mencari langsung terjun ke lapangan untuk mencari orang-orang yang benar-benar serius di UMKMK dan jika dilihat potensi usahanya bagus segera dipinjami dana dalam rangka mengembangkan usahanya.

Daftar Pustaka
Sudarwanto,Adenk. Akuntansi Koperasi. Yogyakarta:Graha Ilmu.2013




Tata Cara Mendirikan Koperasi

Syarat untuk pendirian koperasi
A.    Umum
1.      Dua rangkap Salinan Akta pendirian koperasi dari notaries (NPAK)
2.      Berita Acara Rapat Pendirian Koperasi
3.      Daftar hadir rapat pendirian koperasi
4.     Foto Copy KTP Pendiri (urutannya sidesuaikan dengan daftar hadir agar mempermudah pada saat verivifasi)
5.      Kuasa pendiri (Pengurus terpilih) untuk mengurus pengesahan pembentukan koperasi.
6.     Surat Bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangkanya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi para pendiri.
7.   Rencana kegiatan usaha koperasi minimal tiga tahun kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Koperasi.
8.      Daftar susunan pengurus dan pengawas.
9.      Daftar Sarana Kerja Koperasi
10.  Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus.
11.  Struktur Organisasi Koperasi.
12.  Surat Pernyataan Status kantor koperasi dan bukti pendukungnya
13.  Dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 

B.     Tambahan Persyaratan Pendirian Koperasi apabila memiliki usaha Unit Simpanan Pinjam (USP)
1.   Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian, berupa Deposito pada Bank Pemerintahan atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM;
2.      Rencana Kerja paling sedikit 3 tahun;
3.  Kelengkapan administrasi organisasi & pembukuan USP dikelola secara khusus dan terpisah dari pembukuan koperasinya;
4.      Nama dan Riwayat Hidup Pengurus dan Pengawas
5.      Surat Perjanjian kerja anatar Pengurus koperasi dengan pengelola USP koperasi
6.      Nama dan riwayat hidup calon pengelola yang dilengkapi dengan:
a.       Bukti telah mengikuti pelatihan/magang usaha simpan pinjam koperasi.
b.      Surat keterangan berkelakuan baik
c.     Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
d.      Surat Pernyataan pengelola tentang kesediaannya untuk bekerja secara purna waktu
7.      Permohonan ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam
8.   Surat Pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan USP koperasinya oleh pejabat yang berwenang
9.      Struktur Organisasi Usaha Unit Simpan Pinjam (USP) 

C.     Tambahan Persyaratan Pendirian Koperasi apabila memiliki usaha Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)
1.  Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian, atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM Ketua Koperasi
2.      Rencana kerja sekurang-kurangnya satu tahun
3.     Kelengkapan administrasi organisasi & pembukuan
4.    Keterangan pokok-pokok administrasi dan pembukuan yang didesain sesuai karakteristik lembaga keuangan syariah
5.      Nama dan riwayat hidup pengurus dan pengawas
6.   Nama Ahli Syariah/Dewan Syariah yang telah mendapatkan ekemondasi/sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional MUI
7.      Nama dan Riwayat Hidup Calon Pengelola yang dilengkapi dengan:
a.       Bukti telah mengikuti pelatihan/magang di lembaga keuangan syariah
b.      Surat keterangan berkelakuan baik
c.    Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
8.      Surat perjanjian kerja anatar Pengurus Koperasi dengan Pengelola Manajer/Direksi
9.      Struktur Organisasi Usaha Unit Jasa Keuangan Syariah (USP)

Bentuk dan Kedudukan
  1. Koperasi terdiri dari dua bentuk, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
  2. Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang.
  3. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang beranggotakan Badan-Badan Hukum Koperasi, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi yang telah berbadan hukum.
  4. Pembentukan Koperasi (Primer dan Sekunder) dilakukan dengan Akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
  5. Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
  6. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.
  7. Di Indonesia hanya ada 2 (dua) badan usaha yang diakui kedudukannya sebagai badan hukum, yaitu Koperasi dan Perseroan Terbatas (PT). Oleh karena itu kedudukan/status hukum Koperasi sama dengan Perseroan Terbatas.
Persiapan Mendirikan Koperasi
  1. Anggota masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus mengerti maksud dan tujuan berkoperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota. Pada dasarnya koperasi dibentuk dan didirikan berdasarkan kesamaan kepentingan ekonomi.
  2. Agar orang-orang yang akan mendirikan koperasi memperoleh pengertian, maksud, tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan prospek pengembangan koperasinya, maka mereka dapat meminta penyuluhan dan pendidikan serta latihan dari Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah setempat.
Rapat Pembentukan Koperasi
  1. Proses pendirian sebuah koperasi diawali dengan penyelenggaraan Rapat Pendirian Koperasi oleh anggota masyarakat yang menjadi pendirinya. Pada saat itu mereka harus menyusun anggaran dasar, menentukan jenis koperasi dan keanggotaannya sesuai dengan kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya, menyusun rencana kegiatan usaha, dan neraca awal koperasi. Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Misalnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa.
  2. Pelaksanaan  rapat pendirian yang dihadiri oleh para pendiri ini dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembentukan dan Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar Koperasi.
  3. Apabila diperlukan, dan atas permohonan para pendiri, maka Pejabat Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah dalam wilayah domisili para pendiri dapat diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Pengesahan Badan Hukum
  1. Para pendiri koperasi mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian secara tertulis kepada Pejabat, dengan melampirkan:
    • 2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi satu di antaranya bermaterai cukup (dilampiri Anggaran Dasar Koperasi).
    • Berita Acara Rapat Pembentukan.
    • Surat bukti penyetoran modal.
    • Rencana awal kegiatan usaha.
  2. Permohonan pengesahan Akta Pendirian kepada pejabat, tergantung pada bentuk koperasi yang didirikan dan luasnya wilayah keanggotaan koperasi yang bersangkutan, dengan ketentuan sebagai berikut:
    • Kepala Kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kab/Kodya mengesahkan akta pendirian koperasi yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Kabupaten/Kodya.
    • Kepala Kantor Wilayah Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi/DI mengesahkan akta pendirian koperasi Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Propinsi/DI yang bersangkutan dan Koperasi Primer yang anggotanya berdomisili di beberapa Propinsi/DI, namun koperasinya berdomisili di wilayah kerja Kanwil yang bersangkutan.
    • Sekretaris Jenderal Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah (Pusat) mengesahkan akta pendirian Koperasi Sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa propinsi/DI.
  3. Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan oleh Pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
  4. Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
  5. Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.
  6. Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
  7. Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Anggaran Dasar Koperasi
Anggaran Dasar Koperasi paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut:
  • daftar nama pendiri;
  • nama dan tempat kedudukan;
  • maksud dan tujuan serta bidang usaha;
  • ketentuan mengenai keanggotaan;
  • ketentuan mengenai Rapat Anggota;
  • ketentuan mengenai pengelolaan;
  • ketentuan mengenai permodalan;
  • ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
  • ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
  • ketentuan mengenai sanksi.
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi harus dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan untuk itu, dan wajib membuat Berita Acara Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha koperasi dimintakan pengesahan kepada pemerintah, dengan mengajukan secara tertulis oleh pengurus kepada Kepala Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Primer dan Sekunder berskala daerah atau kepada Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Sekunder berskala nasional.

Daftar Pustaka