Undang-undang No. 25 Tahun 1992
menyatakan bahwa koperasi disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu, koperasi perlu lebih
membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip
koperasi, sehingga mampu berperan sebagai soko guru perekonomian nasional.
Koperasi merupakan salah satu dari tiga “soko guru ekonomi”. Koperasi
adalah lembaga ekonomi yang berpotensi besar untuk mengurangi tingkat
kebergantungan ekonomi kita terhadap ekonomi dunia.
Di banyak negara maju, koperasi sudah
menjadi bagian dari sistem perekonomian. Koperasi lahir sebagai gerakan untuk
melawan ketidakadilan pasar. Dengan demikian koperasi tumbuh dan berkembang
dalam suasana persaingan pasar, dan ternyata koperasi juga bisa bersaing dalam
sistem pasar bebas, dengan lebih menerapkan asas kerjasama dari pada
persaingan. Di negara maju, kebanyakan koperasi tidak dipengaruhi politik.
Kegiatan koperasi di negara maju adalah murni kegiatan ekonomi, sehingga sudah
terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi dalam kondisi persaingan.
Globalisasi ekonomi bisa dikatakan
sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran
tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan
ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era globalisasi
bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan investasi.
Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi didorong oleh dua
faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi, transportasi,
informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Globalisasi dan liberalisasi, kedua-duanya merupakan
kekuatan lama yang telah berubah dari latent, menjadi riil dan penuh
vitalitas pada saat ini. Pasar bebas dengan segala ketidaksempurnaannya mampu
menggulung dan menggusur apa saja yang merintanginya. Pasar-bebas yang
diberlakukan di negara-negara berkembang tidak sedikit yang menghasilkan
pelumpuhan (disempowerment) bahkan pemiskinan (impoverishment) terhadap
rakyat kecil (Swasono, 1994). Dalam kenyataannya, pasar-bebas adalah pasarnya
para penguasa pasar, yaitu mereka yang menguasai dana-dana sangat besar, yang
akhirnya secara langsung atau tidak langsung mengontrol bekerjanya
mekanisme-pasar. Mekanisme pasar tak lain adalah suatu mekanisme lelangan
(Thurow, 1987).
Dengan kondisi seperti itu, pemilik dana besarlah yang akan
menang dalam lelangan (auction). Sementara yang miskin akan hanya
menjadi penonton transaksi ekonomi, menerima nasib sebagai price-taker,
atau bahkan akan bisa tergusur peran ekonominya (Swasono, 1994). Dalam
persaingan seperti ini, maka yang besar dan kuat secara ekonomi akan keluar
sebagai pemenang. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Thomas Friedman (1999)
sebagai “the winner-take-all market” sebagaimana ia telah menyitir
ekonom-ekonom yang mencemaskan globalisasi ekonomi sebagai penyebar
ketidak-adilan global.
Meskipun lingkungan ekonomi telah
didominasi oleh mekanisme pasar kapitalistik, namun gerakan koperasi tetap
lebih dekat dengan kolektivisme dan sosialisme, yaitu mengutamakan kepentingan
masyarakat (publik), dengan tetap menghormati identitas dan inisiatif individu.
Banyak yang menganggap bahwa dalam globalisasi ekonomi saat ini
mempertentangkan kapitalisme dan sosialisme telah dianggap kuno, meskipun
pembela-pembela dari masing-masing kubu masih terus gigih mempertahankan
keyakinan mereka masing-masing secara filsafati.
Bagaimanapun juga, kita perlu
mengamati perkembangan keduanya sehingga gerakan koperasi dapat mampu
menempatkan dirinya dengan tepat, bahkan dapat ikut berperan membentuk
kecenderungan-kecenderungan baru dan sekaligus mengarahkan proses globalisasi
ekonomi dalam mencapai wujud finalnya. Wujud final itu diharapkan dapat
menjanjikan suatu kemakmuran dan keadilan global (Sri Edi Swasono (2000). Di
era seperti itu, pelaku ekonomi yang tidak efisien, kurang cekatan melihat
peluang, dan tidak segera mengadakan perubahan untuk menyesuaikan dengan
tuntutan zaman akan tergilas oleh waktu. Oleh karena itu, koperasi harus
mengubah jati diri dan orientasinya dalam berbisnis. Jika tidak, koperasi akan
makin terpuruk dan dominasi pemilik modal terhadap ekonomi nasional makin
mencengkeram.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi
makin menjauhkan pemerintah dari permainan pasar sehingga koperasi tidak
mungkin lagi untuk banyak berharap kepada pemerintah untuk mengatasi
kelemahannya. Sikap pemerintah yang makin memberikan keleluasaan kepada
liberalisasi ekonomi yang menyebabkan berkurangnya insentif dan fasilitas
kepada koperasi hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi koperasi. Koperasi
harus bersaing untuk meningkatkan kontribusinya dan mewujudkan perekonomian
yang lebih berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Profesionalisme harus menjadi
roh dari manajemen koperasi. Koperasi jangan diasumsikan sebagai lembaga
ekonomi untuk orang-orang miskin sehingga hanya mengelola kebutuhan dasar dan
kemampuan pengelolanya pun menjadi apa adanya.
Berkaitan dengan konsep pembangunan
ekonomi, koperasi masih dipandang sebagai salah satu elemen ekonomi yang
strategis. Namun demikian, keberadaan dan tumbuh kembangnya koperasi ternyata
masih menjadi perdebatan dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Ketika
koperasi mendapat kemudahan dan fasilitas dari pemerintah serta derajat
globalisasi dan liberalisasi ekonomi belum secepat seperti saat ini, koperasi
belum pernah mampu memberikan peran yang signifikan. Koperasi tetap menjadi
kelompok marginal. Apa lagi dengan kondisi seperti sekarang, dimana globalisasi
dan liberalisasi ekonomi sudah merajalela dan berkembang sangat cepat. Oleh
karena itu, seringkali timbul pertanyaan terkait dengan cepatnya proses
globalisasi dan liberalisasi ekonomi, yakni tentang kewajaran apabila
pemerintah tetap berobsesi menempatkan koperasi sebagai salah satu soko guru
ekonomi.
Walaupun banyak kendala dan
tantangan terkait dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi di
Indonesia masih menunjukkan eksistensinya, bahkan masih ada pekembangan.
Sebagai gambaran umum saja, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2005
sampai pertengahan 2007, jumlah koperasi meningkat dari 134.963 unit menjadi
144.527 unit. Penyerapan tenaga kerja meningkat dari 288.589 orang menjadi
369.302 orang, sedangkan permodalannya meningkat dari Rp 33.015.403,45 juta
menjadi Rp 43.211.059,79 juta. Selain itu, lembaga koperasi oleh banyak kalangan,
diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di
dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan
bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sejak kemerdekaan
diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan
globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus mampu memberikan layanan
dan manfaat kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan tersebut
diharapkan dapat timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab maupun penggunaan haknya. Kebersamaan
dalam berkoperasi sebagai modal sosial untuk menciptakan rasa saling percaya,
kerukunan, dan toleransi satu sama lain.
Kebersamaan juga merupakan modal
yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan
liberalisasi ekonomi. Menurut Purbayu (2004) agar supaya koperasi dapat tetap
eksis dalam era globalisasi perlu menempuh empat langkah:
1.
Merestrukturisasi
hambatan internal dengan mengikis segala konflik yang ada (dalam hal ini mengandung
unsur kebersamaan)
2.
Melakukan
pembenahan manajerial
3.
Integrasi
ke luar dan ke dalam
4.
Peningkatan
efisiensi dalam proses produksi dan distribusi.
Dari kajian-kajian yang dilakukan
oleh para ahli, antara lain; Soetrisno (2001), Lawless dan Reynolds (2004),
Peterson (2005), Keeling (2005), Hendar dan Kusnadi (2005) tentang perkembangan
koperasi, penulis menyimpulkan bahwa: koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif sebagai suatu kekuatan organisasional yang
secara jelas menempatkan suatu organisasi bisnis di posisi terdepan
dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lain yang menjadi pesaing-pesaingnya
di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Faktor utama untuk
menciptakan keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi adalah
hubungan, kekompakan, dan kerjasama para anggota.
Pada peringatan Hari Koperasi
Nasional 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan bahwa: “Dalam era
globalisasi bisa saja perusahaan raksasa dunia mendominasi semua kegiatan
bisnis. Meskipun keberadaan mereka penting tetapi absennya koperasi dan usaha
kecil menengah, maka upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetap sulit. Solusinya adalah makin
kedepan koperasi dan usaha kecil dan menengah mesti dikembangkan di seluruh tanah
air agar lebih banyak saudara-saudara kita yang bisa berusaha. Mari kita
jalankan dan tingkatkan. ”
Pemerintah sebagai fasilitator dan
pembuat kebijakan ekonomi nasional, harus terus mengembangkan iklim kondusif
bagi pertumbuhan koperasi secara konsisten. Keberpihakan pemerintah pada
kekuatan ekonomi rakyat melalui gerakan koperasi, akan berkembang dan menjadi
kenyataan jika didukung oleh konsistensi dan system yang berlaku. Pernyataan
dan harapan SBY tentang pengucuran KUR perlu didukung perwujudannya. Akan
tetapi yang sebenarnya lebih dibutuhkan adalah membangun dan meningkatkan
kompetensi dan semangat sumber daya manusia untuk menjalankan
kegiatan/aktivitas yang dapat menghasilkan nilai atau manfaat yang lebih besar.
Hal ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang lebih
efektif.
Pemerintah perlu membuat program
untuk memfasilitasi agar diklat dapat berjalan secara berkesinambungan, antara
lain dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal yang terkait dengan bidang
ekonomi dan bisnis, dengan catatan bahwa program tersebut harus bisa terlaksana
dengan baik (sesuai dengan sasaran), tidak hanya sekedar melaksanakan program
demi untuk memanfaatkan anggaran yang sudah ditetapkan. Untuk itu juga perlu
dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap proses dan hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan program diklat tersebut.
Dengan demikian, dalam era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus tetap dibawa dan diarahkan
untuk tetap dapat berperan sebagai salah satu dari soko guru perekonomian
nasional, yakni; koperasi, badan usaha milik negara, dan swasta. Untuk itu
koperasi perlu lebih membangun dirinya untuk menjadi kuat dan mandiri
berdasarkan prinsip koperasi. Pemerintah bersama koperasi dan masyarakat perlu
melakukan beberapa hal yang telah penulis sebutkan di muka terkait dengan
penguatan koperasi, sehingga ketiga soko guru ekonomi nasional dapat berjalan
secara seimbang (seimbang tidak selalu berarti sama rasa sama rata). Masyarakat
tidak perlu terlalu pesimis dengan berbagai tantangan dan ancaman globalisasi
dan liberalisasi ekonomi, dan harus punya keyakinan bahwa sistem apapun yang
terjadi di dunia ini tidak lepas dari kemampuan dan kerjasama serta kebersamaan
manusia.
Daftar pustaka