Selasa, 29 Desember 2015

Pengangguran

Di setiap negara, khususnya negara-negara sedang berkembang, pengangguran masih menjadi masalah yang serius. Di Indonesia khususnya angka pengangguran relatif masih tinggi. Data yang dikeluarkan Bappenas terkait angka pengangguran ini adalah 6,8% tahun 2005 dan 6,32% tahun 2011. Itu berarti selama kurun waktu 5 tahun terjadi penurunan angka pengangguran. Hanya saja tingkat pengangguran angkatan kerjanya, khususnya kaum muda, masih relatif tinggi. Bahkan menurut Menteri Bappenas, Armida Salsiah Alisjahbana, tingkat pengangguran kaum muda setidaknya tiga kali lipat dari rata-rata angka pengangguran nasional
Oleh karena itu, yang menjadi persoalan di sini adalah apa yang menyebabkan angka pengangguran di Indonesia relatif tinggi? Apa dampak yang timbul dari tingginya angka pengangguran ini bagi perekonomian Indonesia? Dan bagaimana solusi untuk mengatasi masalah ini?
Penyebab Terjadinya Pengangguran
Dari hasil studi pihak universitas gunadarma, tingginya angka pengangguran disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
1.      Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2.      Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3.      Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.      Meningkatnya peranan dan aspirasi  Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5.      Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
Dampak Tingginya Angka Pengangguran
Angka pengangguran yang cukup tinggi dalam suatu negara akan berdampak bagi perekonomian negara tersebut. Tingginya angka pengangguran di Indonesia akan membawa dampak bagi negara ini. Adapun dampaknya adalah sebagai berikut:
1.      Timbulnya masalah kemiskinan karena dengan menganggur seseorang tidak mendapat penghasilan.
2.      Timbulnya dan meningkatnya tindakan kriminal karena orang membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sementara pengangguran tentu tidak memiliki penghasilan.
3.      Dapat memacu meningkatnya jumlah anak jalanan, pengemis, dan gelandangan yang berkeliaran di jalanan.
4.      Memacu sikap perlawanan dari masyarakat misalnya demonstrasi menuntut keadilan.
5.      Masyarakat tidak mampu mengoptimalkan kesejahteraan hidupnya.
6.      Meningkatnya jumlah anak putus sekolah karena orangtua mereka tidak mampu membayar biaya sekolah.
Solusi untuk Menurunkan Angka Pengangguran
Mengamati dampak yang ditimbulkan oleh meningkatnya jumlah pengangguran, perlu diupayakan solusi yang dapat, sekurang-kurangnya, menurunkan angka pengangguran dalam suatu negara dan memperbaiki perekonomian negara tersebut. Sebagai solusinya adalah:
1.      Pemerintah mengadakan atau menyediakan lapangan kerja yang tidak terlalu menuntut tingkat pendidikan khusus, melainkan keterampilan. Dalam hal ini, pemerintah dapat menjalin kerjasama dengan pihak-pihak swasta dan dengan investor asing.
2.      Pemerintah mengubah sistem pendidikan Indonesia dan kurikulum pendidikan, yaitu menerapkan pendidikan berbasiskan entrepreneurship dan bisnis sejak pendidikan tingkat dasar dan pendidikan menengah. Apalagi di era modern ini dan diterapkannya pasar bebas di beberapa kawasan dan bahkan dapat dikatakan sudah mengglobal ini
3.      Pemerintah menyediakan lembaga-lembaga pembinaan dan pelatihan khusus dan gratis. Ini diperlukan terkhusus untuk mereka yang tidak sempat atau tidak mampu menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, sehingga merekapun dapat memiliki keterampilan khusus yang diperlukan. Dengan demikian, mereka memiliki modal (Human Capital) untuk bekerja.
Kesimpulan
Pengangguran bukanlah suatu masalah yang sepele, karena dampaknya begitu besar bagi perekonomian dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya-upaya yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah sosial ini. Dan sudah barang tentu melibatkan seluruh elemen masyarakat Indonesia, secara khusus lembaga-lembaga pendidikan di tanah air ini. Masalah pengangguran termasuk salah satu masalah sosial besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Setiap tahun, angka pengangguran bertambah seiring dengan bertambahnya angka kelulusan di lembaga pendidikan. Hal ini tentu tidak bisa dianggap remeh, sebabdari sinilah bisa muncul ragam masalah sosial lain di masyarakat.








Masalah pengangguran bukan hanya dialami oleh bangsa Indonesia saja. Oleh karena, untuk mengatasi masalah ini sebenarnya bukan seuah masalah yang sulit. Sebab jika ada kemauan, maka pemerintah bisa melakukan tindakan yang nyata untuk mengatasi masalah ini. Caranya dengan melakukan studi banding dan belajar dari beberapa negara lain yang sudah mampu menyelesaikan masalah pengangguran ini.Di Indonesia sendiri masalah pengangguran ini disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah disebabkan oleh krisis ekonomi yang menjadikan banyak perusahaan harus melakukan rasionalisasi karyawan atau bahkan menutup usaha mereka di Indonesia. Salah satunya dilakukan oleh perusahaan elektronik Sony yang pada saat ini memindahkan usaha mereka ke Vietnam.
Namun, krisis ekonomi bukan satu-satunya alasan yang menyebabkan munculnya masalahpengangguran di Indonesia. Ada masalah lain di berbagai sektor yang turut menyumbang andil dalam terciptanya masalah pengangguran di Indonesia ini. Dan peran pemerintah merupakan salah satu faktor untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Cara Mengatasi Masalah Pengangguran
Pada dasarnya, masalah penganguran adalah masalah masyarakat yang harus disikapi bersama-sama. Bahwa pemerintah merupakan salah satu faktor untuk menyelesaikan masalah pengangguran harus diakui. Namun, hal itu bukan satu-satunya faktor yang menjadi solusi.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi masalah sosial ini di antaranya adalah :
1.      Mengubah paradigma masyarakat untuk tidak lagi tergantung sebagai pencari kerja, khususnya pada lulusan universitas. Mereka harus dididik untuk menjadi seorang penyedia lapangan kerja dan berani untuk berwiraswasta.
2.      Mengubah konsep pendidikan Indonesia untuk lebih bisa menciptakan lulusan yang sudah siap untuk masuk ke dunia kerja dan bukan sekedar menguasai teori. Selama ini, proses inihanya berlangsung di tingkat pendidikan diploma, dan belum mengarah pada pendidikan di tingkat sarjana.
3.      Menciptakan program padat karya yang dipelopori oleh pemerintah.
4.      Memberikan subsidi untuk setiap aktivitas yang berbasis unit usaha masyarakat, sebagaimana yang dilakukan di China. Dan bukan justru sebaliknya, menjadikan unit usaha masyarakat sebagai sumber pungutan liar oleh oknum pemerintah.

5.      Lebih meningkatkan porsi pendidikan kewirausahaan di setiap tingkatan pendidikan. Sehingga jiwa wirausaha ini bisa ditumbuhkan sejak usia dini

Minggu, 27 Desember 2015

Bagaimanakah Koperasi Yang Ideal Itu?

Memang banyak model demokrasi ekonomi modern yang dianut oleh negara-negara di dunia. Dari model demokrasi koservatif, demokrasi liberal, maupun demokrasi sosial. Namun sebagai ciri khas yang melekat di dalam negara demokrasi kita sebagaimana disebutkan oleh Mohamad Hatta bahwa demokrasi kita adalah demokrasi cap rakyat dimana dasar demokrasi kita adalah berdasarkan pada kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa dan pemerintah sekali lagi musti bercermin dari hati nurani rakyat di dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan Negara. Perbedaan yang kemudian ditegaskan sekali lagi oleh Hatta bahwa dasar demokrasi kita bukanlah pada semangat individualisme yang justru akan memperkuat semangat liberalisme dan kapitalisme sebagaimana diajukan oleh JJ.Rousseau, tapi adalah pada semangat kebersamaan di dalam arti kolektivitas bukan dalam kesepadanan.

Demikian yang ada seharusnya bahwa koperasi sebagai sebuah bentuk organisasi ekonomi yang demokratis, karena diusahakan dalam sebuah model pengelolaan dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota (bukan dalam makna eksklusifitas). Koperasi dalam sistem demokrasi ekonomi itu haruslah mampu membebaskan diri dari kungkunan aturan yang dimaksudkan untuk kepentingan politik yang sempit dari para pengiat politik pencari kekuasaan (Power seeker) ataupun dalam rangka untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) yang mengakibatkan koperasi kehilangan jati-dirinya selama ini, koperasi itu berdiri dan ada untuk kepentingan masyarakat yang ingin menolong dirinya sendiri (self helf) dengan melakukan kerjasama dengan orang lain di dalam koperasi.

Sebagaimana basis kekuatan ekonomi rakyat demikian koperasi menjadi wilayah akses ekonomi rakyat yang paling mudah dan fleksibel di dalam sistem demokrasi ekonomi kita. Dalam arti ketika orang ingin mendapatkan tambahan ekonomis (value added) dari sebuah pembelajaran kebutuhan sehari-hari mereka tinggal menjadi anggota koperasi konsumsi. Ketika mereka butuh dana tinggal masuk sebagai anggota anggota koperasi kredit dan ketika bermaksud untuk memasarkan produksi barang/jasa yang dihasilkan tinggal masuk koperasi produksi. Koperasi sebagai kekuatan mandiri disusun dari kemampuan dana masyarakat dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah bersifat sebagai fasilitator dan juga melakuan pengaturan serta memberikan dukungan dalam bentuk komitmen kebijakan yang jelas demi kepentingan rakyat banyak.


DIMENSI KOPERASI

Menurut konsepsinya koperasi memang tidak bisa diartikan hanya secara partial mikro, dilihat sebagai sebuah perusahaan atau badan hukum saja. Koperasi itu berdimensi luas dan seringkali dikatakan bahwa koperasi itu adalah sebuah sistem nilai yang didalamnya syarat dengan nilai-nilai demokrasi. Dimensi koperasi sebagai mana disebutkan oleh Sri Edi Swasono adalah terdiri dari 4 (empat):
1.      melihat koperasi sebagai badan usaha ekonomi atau unit produksi yang tunduk pada hukum-hukum ekonomi. Disini kita berbicara masalah profesionalisme, manajemen, kewirakoperasian dan lain-lain
2.      secara makro melihat koperasi sebagai sistem ekonomi nasional, sebagai sistem koperasi, dimana seluruh badan-badan usaha termasuk usaha non koperasi harus tersusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan yang berjiwa dan bersemangat koperasi sebagai perwujudan dari demokrasi ekonomi kita.
3.      (mandiri) dan kesetiakawanan (solidaritas), yaitu koperasi sebagai movement untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi, terutama demokrasi ekonomi melalui asas dan sendi-sendi dasar koperasi
4.      dimensi gerakan keswadayaan, dimensi manusia, koperasi dilihat sebagai lembaga pembentukan kepribadian (individualitas), sebagai lembaga guana meningkatkan swadaya dan swakarsa.


MEWUJUDKAN KOPERASI IDEAL

Sementara itu sebagai sebuah organisasi masyarakat yang otonom dan mandiri koperasi itu seharusnya muncul dari bawah (buttom-up) berkoperasi itu adalah merupakan kehendak yang bebas, sukarela dan terbuka dari orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan kerjasama untuk menolong dirinya sendiri (self help). Koperasi itu bukanlah rekayasa para pengiat politik ataupun prakarsa pemerintah yang bersifat dari atas (top down) tapi adalah organisasi swadaya masyarakat dan muncul sebagai keinginan bersama. Perjalanan waktu telah menunjukkan kepada kita bahwasanya koperasi-koperasi yang muncul dari sebuah kepentingan sempit akhirnya berguguran satu persatu dan hanya organisasi yang berjalan sesuai “ruh” dari demokrasi ekonomi yang sesunguhnya saja yang mampu bertahan.

Koperasi sebagai hal yang prinsipel dan membedakan dengan bentuk usaha yang kapitalis adalah bahwasannya koperasi adalah kumpulan orang dan bukanlah kumpulan modal. Modal bukan penentu tapi adalah pembantu (capital is not master but servent). Kepemilikan koperasi sebagai ciri khas adalah bahwa menjadi anggota koperasi berarti secara otomatis juga menjadi pemilik dan juga pelanggan (customer). Sebagai pemilik tiap-tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan dan pengawasan dilakukan oleh seluruh anggotanya dalam suatu mekanisme yang demokratis. Beda dengan bentuk usaha yang kapitalis bahwasanya koperasi itu berorientasi manfaat (benefit) baik dalam arti nominal maupun pelayanan (service). Bukan pada orientasi keuntungan yang besar-besarnya bagi orang-seorang yang kemudian dipastikan akan menjadi alat penindasan karena sebagi sifat dasar manusia yang serakah dan ingin menguasai orang lain.

Pengelolaan koperasi didasarkan pada bentuk partisipasi aktif anggota-anggotanya (member active partisipatofy). Balas jasa diberikan sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan secara adil dan merata bagi tiap-tiap anggotanya. Bahkan demikian bagi yang non anggota perlu juga diberikan keuntungan dari besaran transaksinya sebagai upaya promosi. Para karyawan yang berkerja pada koperasi pada prinsipnya juga adalah pemilik. Sehingga dalam suatu pelaksanaan fungsi dan tugasnya karyawan akan diharapkan pada bentuk pertangungjawaban moral, social dan intelektual (moral-social-intelektual responsibility). Sehingga yang terjadi adalah bahwa tiap-tiap karyawan akan merasa bertanggung jawab atas usaha layanan yang diperlukan bagi anggota keseluruhan. Di dalam koperasi bentuk pelanggaran atas sistem pengupahan yang tidak daapt memberikan arti kesejahteraan bagi karyawan tidaklah boleh terjadi dan ini hal yang prinsipel. Pengaturan koperasi pada intinya sangat ditentukan oleh peran aktif dari anggota-anggotanya dan anggota-anggota koperasi pulalah yang menjalankan segala kesepakatan yang mereka ambil sendiri.

Koperasi itu bukan disusun atas dasar suku, agama, ras, golongan, politik, ataupun stratifikasi social. Sehingga perlu kita sadari bersama bahwasannya koperasi itu adalah alat ekonomi rakyat yang bebas dan tidaklah tertutup (esklusif) koperasi itu bukanlah ikatan-ikatan primordialisme. Dalam arti koperasi itu bukanlah anggota yang tertutup (esklusif) hanya untuk kelompok santri, kelompok pegawai negeri, kelompok petani hingga kelompok mahasiswa tapi menjadi anggota koperasi itu adalah bebas, sukarela dan terbuka. Bebas artinya bahwa untuk menjadi anggota koperasi itu bebas keluar dan masuk dengan sistem yang telah disepakati. Hal ini didasarkan pada suatu prinsip bahwa tiap-tiap individu itu berhak secara bebas untuk menentukan nasibnya sendiri bukan oleh orang lain ataupun institusi apapun. Sukarela dimaknai bawasannya menjadi anggota koperasi haruslah merupakan kehendak secara sadar dari manfaat serta nilai tambah yang apa yang hendak didapatnya dari kerjasama yang dilakukan berdasarkan prinsip non-diskriminatif.

Perlu kita cermati bahwa munculnya “koperasi-koperasi partai” akhirnya-akhir ini tak urung hanyalah akan mengakibatkan suatu peristiwa kesalahan lama yang berakibat sangat fatal. Betapa dapat kita saksikan bersama bahwa munculnya koperasi pada jaman orde lama dengan sistem ekonomi terpimpinnya kita lihat bersama bahwa menyusul pembubaran partaikomunis Indonesia (PKI) jumlah koperasi merosot secara drastik dari 73.400 buah, pada kahir tahun 1968 merosot menjadi 14.700 buah (Depdagkop, tanpa tahun). Demikian juga apa yang masih tersisa dari koperasi-koperasi orde baru yang ternyata tak lebih hanya mampu menjadi koperasi-koperasi pengurus, koperasi sub-orninasi konglomerasi dan koperasi yang state-centered (dikuasai Negara atau pemerintah) lambat laun pastilah akan semakin jelas tidak eksistensinya dari koperasi-koperasi tersebut.

Koperasi itu disusun dari seluruh kemampuan rakyat dan sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selemah apapun rakyat kita pastilah memiliki daya beli sehingga proses yang perlu adalah membangun kesadaran dan sifat pemerintah menstimulir dan memfasilitsi bagi terbentuknya kreatifitas bagi masyarakat untuk menyakinkan diri bahwa berkoperasi itu dapatlah menjadikan sebagai cara untuk menolong diri sendiri (self help). Sehingga pada akhirnya gerakan dari bawah oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan daya beli dan sekaligus perbaikan kualitas sumber daya manusia akan tercapai.

Di dalam berkoperasi wujud plurarisme haruslah dijadikan model untuk saling memacu dan memotivasi antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan kemampuan dan keterampilan di koperasi itu justru seharusnya dijadikan sebagai bentuk aktivitas yang saling mendukung antar yang lemah dan kuat, antara yang bodoh dan yang pintar dan antara yang masih miskin keterampilan untuk belajar banyak dari yang telah mahir. Hidup di dalam koperasi itu penuh perlombaan dan bukanlah persaingan yang saling mematikan dalam suatu hubungan yang harmonis. Sehingga terciptanya masyarakat koperasi akan menjadikan hubungan manusia global yang lebih humanistic (humanistic global community).

Pada sebuah model koperasi demokrasi ekonomi yang senyatanya kegiatan koperasi itu haruslah masuk pada berbagai bidang kegiatan ekonomi. Koperasi untuk menjadi “soko guru perekonomian” dan sebagai alat untuk mendemokrasikan sistem ekonomi kita haruslah bergerak pada berbagai bidang ekonomi dalam skala yang lebih besar. Upaya-upaya untuk selalu mengkredilkan koperasi baik secara legal, maupun institusional seharusnya menjadikan kebangkitan koperasi untuk bersatu dan melepaskan diri dari segala keterkungkungan.

Daftar Pustaka :


Mampukah Koperasi Menjadi Soko Guru Perekonomian Rakyat?

Negara Indonesia mempunyai pandangan yang khusus tentang perekonomiannya. Hal ini termuat dalam UUD 1945, Bab XIV Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.” Menurut para ahli ekonomi, lembaga atau badan perekonomian yang paling cocok dengan maksud Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 adalah KOPERASI. Arti koperasi sendiri menurut UU RI Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam koperasi, modal dan kegiatan usaha dilakukan secara bersama-sama dan hasilnya juga untuk kesejahteraan anggotanya secara bersama-sama.
“Koperasi adalah soko guru perekonomian Indonesia”. Makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan bahwa koperasi sebagai pilar atau ”penyangga utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Keberadaannyapun diharapkan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional.
Pada tahun 1950-an, kita pernah mengenal sebuah koperasi yang sangat tangguh. Koperasi itu adalah GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia). Sisa-sisa kemegahannya, barangkali masih dapat dilihat dari sebuah gedung yang megah di Jalan Sudirman di Jakarta, yang dikenal sebagai Gedung GKBI. Namun, gedung itu sekarang (ibaratnya) menjadi sebuah monumen. Monumen yang menjadi saksi, bahwa GKBI pernah berjaya. 
Mengapa peran sebagai soko guru perekonomian Indonesia memudar? Mungkin alami, bahwa ketika GKBI berjaya, banyak kalangan yang melirik. Tidak hanya GKBI-nya, tetapi juga koperasi pada umumnya. Mengapa banyak yang melirik, kiranya kita maklum. Bahwa di sana, ada bergelimpangan uang yang bisa digunakan untuk apa saja. Seperti biasa, kaum politisi juga mulai tertarik. Dan itulah yang terjadi, di zaman Nasakom dahulu, koperasi menjadi perebutan partai politik. Politisasi koperasi, tidak mampu mempertahankan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, bahkan sebaliknya. Dapat dipahami, karena koperasi sejatinya memang harus lepas dari politik. Koperasi akan tetap sebagai soko guru perekonomian Indonesia, kalau platformnya adalah ekonomi, bukan politik ataupun kepentingan perorangan/golongan. Inilah yang mestinya harus dikembalikan, agar koperasi kembali ke jati dirinya. Jati diri koperasi itu adalah kegotong-royongan. Masih relevankah di era globalisasi?
Cobalah tarik pelajaran dari Mohamad Yunus di Bangladesh. Bank yang dipimpinnya, memberikan kredit mikro pada sekelompok orang, bukan perorangan. Demikian juga di Thailand. Dan ternyata dengan pendekatan seperti itu, ia berhasil meningkatkan perekonomian rakyat kecil. Sekelompok orang, bukankah mirip dengan koperasi? Kalau hal itu terjadi pada dunia swasta, misalnya kepemilikan perusahaan oleh karyawan perusahaan itu, perusahaan itu niscaya juga semakin kokoh. Disinilah perbedaan konsep perekonomian kita dengan konsep ekonomi pasar, dimana kepemilikan perusahaan lebih berbasis pada kemampuan perorangan untuk ikut memiliki saham perusahaan, antara lain, melalui bursa saham. 
Tampaknya pembinaan Koperasi saat ini belum banyak membawa perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa setengah hati, akibatnya kegiatan koperasi seperti samar-samar keberadaannya, tidak ada lagi koperasi baru yang tumbuh bahkan ada koperasi yang dulu besar semakin surut keberadaannya. Hal tersebut mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa koperasi yang berjalan semakin samar atau tidak terlalu terdengar lagi keberadaannya. Perbedaan kualitas SDM-nya yang tidak merata antara diperkotaan dan pedesaan dimana di perkotaan lebih diutamakan pada koperasi distribusi, disamping itu juga koperasi produksi, sementara  di pedesaan pembinaannya memerlukan perlakuan khusus jika dibandingkan dengan dikota, jadi utamakan di pedesaan dikembangkan Koperasi Produksi disamping memberikan lapangan pekerjaan dapat pula mencegah urbanisasi.
Keanggotaan koperasi bersifat terbuka dan sukarela. Terbuka artinya anggota koperasi terbuka bagi siapa saja sesuai dengan jenis koperasinya. Sukarela artinya keanggotaan koperasi tidak atas paksaan. Setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sesuai dengan pengertian koperasi bahwa koperasi merupakan kegiatan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan. Maka tujuan utama koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Keuntungan koperasi bisa diperoleh antara lain dari laba penjualan dan jasa peminjaman. Meskipun koperasi tidak mengambil laba penjualan atau jasa peminjaman yang besar. Namun apabila koperasi berjalan dengan lancar keuntungan koperasi pun bisa menjadi besar pula. Keuntungan koperasi akan dikembalikan kembali kepada anggota sebagai SHU (Sisa Hasil Usaha). Tentu saja setelah dikurangi biaya-biaya operasional. Pembagian keuntungan atau sisa hasil usaha ini dibagi secara adil sehingga tidak ada yang dirugikan.
Untuk mengembalikan kondisi koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, barangkali harus ada perubahan kebijakan dalam pemberian kredit mikro. Seandainya kredit itu diberikan pada kelompok usaha kecil, bukan perorangan, atau melalui koperasi, barangkali nilai tambahnya akan meningkat. Keamanan kredit, juga lebih terjamin. Dampaknya, perekonomian Indonesia juga akan mampu bersaing dan kualitas pertumbuhan ekonomi kita juga semakin baik, oleh karena pertumbuhan ekonomi akan lebih terbagi (shared growth). Kesenjangan kaya-miskin juga dapat ditekan. Skenario seperti ini, antara lain ditunjukkan oleh negara-negara Skandinavia, dimana daya saingnya tinggi, kesejahteraan rakyatnya tumbuh dengan merata. Bentuk masyarakat yang adil dan sekaligus makmur, sebenarnya bukan hanya sebuah impian.
Jadi kesimpulannya Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia berarti bahwa koperasi sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Dengan tujuan utama koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya koperasi dapat menjadi penyangga dalam perekonomian anggotanya. Walaupun disamping itu banyak yang menganggap bahwa keberadaan koperasi terlihat samar dikarenakan apakah badan koperasi ini masih dimiliki oleh perorangan ataupun unit usaha yang dalam pelaksaannya banyak terjadi keganjilan. Tetapi kenyataannya koperasi dapat memberikan manfaat manfaat yang luar biasa yaitu dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan terutama di Indonesia. Jadi kalau Koperasi dapat dikelola dengan baik, jelas, terbuka, dan sukarela atas asas kekeluargaan maka koperasi yang berjalan akan dapat memenuhi tujuan utamanya. Peran pemerintah dalam mengembangkan koperasi ini juga tidak kalah penting. Mulai dari pemerintah yang dapat mendukung perannya dalam koperasi ini masuk ke berbagai kota-kota besar maupun daerah terpencil pun dengan pembinaan yang baik, dan jelas serta dapat dikelola dengan sangat baik niscaya Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia tidak hanya sekedar pernyataan manis saja tapi itu benar-benar bisa dibuktikan.


Daftar Pustaka:


Sabtu, 14 November 2015

Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial

Kadar kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi warga masyarakat tertentu bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan dan ketiadaan makanan. Potret kemiskinan itu menjadi sangat kontras karena sebagian warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian lagi serba kekurangan. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain. Tingkat kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Masalah kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial. Masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan.

Menarik untuk disimak apa yang ditulis dalam Tajuk Rencana Kompas (18/10/2011) tentang jeritan kemiskinan. Alahkah tragisnya dampak kemiskinan karena telah membawa kematian, seperti terlihat pada beberapa kasus bunuh diri belakangan ini.

Fenomena kemiskinan memang sangatlah kasatmata sebagai realitas berlapis-lapis yang terus menjerit-jerit, crying povety. Kadar kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi masyarakat tertentu bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan dan ketiadaan makanan. Tidak sedikit orang terkapar karena tidak tahan menderita kelaparan dan kekurangan gizi yang membuka jalan lebih cepat kearah kematian dini. Inilah proses kematian secara pelan-pelan tetapi kejam. Dikatakan oleh pemikir Martin Heidegger (2011) waktu tidak lain dirasakan sebagai perjalanan menuju maut, Zeit zum Tode.

Tidak sedikit orang gagal mengelola rasa lapar dan kemiskinan. Kekalutan hidup itu menghancurkan harapan, merasa diri kalah dan tidak  berdaya, serta fatalistic, yang pada orang tertentu tergiring menuju jalan pintas dengan bunuh diri sebagai upaya membebaskan diri dari situasi tertekan. Tindakan bunuh diri dianggap liberatif. Tidak semua tindakan bunuh diri karena persoalan ekonomi, tetapi bisa saja karena faktor lain. Namun, kasus bunuh diri karena alasan ekonomi termasuk sangat tragis karena memperlihatkan pudarnya rasa kemanusiaan dan kepedulian. Para pemimpin juga kehilangan sensitivitas atas nasib rakyat yang bergulat dengan kemiskinan. Sebagian uang bagi program perbaikan nasib warga miskin dicuri dalam praktik korupsi yang semakin kompleks dan merebak luas dari pusat sampai ke daerah-daerah. Kemiskinan nurani sedang menghinggapi kaum elit bangsa (2011).

Dampak kemiskinan nurani ini sangatlah luar biasa sebagai kejahatan dengan membiarkan sebagian warga masyarakat menderita dan bergulat dengan kesulitan hidup. Persoalan kemiskinan itu terasa semakin dramatis karena berlangsung di negeri yang digambarkan sangat kaya sumber daya alam. Masih ada sebagian warga masyarakat untuk dapat makan sekali sehari saja sulit.

Potret kemiskinan itu menjadi sangat kontras karena sebagian warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian lain hidup serba kekurangan. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain. Tingkat kesenjangan luar biasa dan relatif cukup membahayakan.

Karena itu, ketika kebangkitan nasionalisme tidak bisa meningkatkan taraf hidup berperadaban, nasionalisme dapat meredup dan luruh dengan sendirinya sebagaimana yang kita alami dewasa ini. Kemiskinan structural dan cultural yang permanen dalam kehidupan membuat karakter bangsa ini makin terpuruk. Akibatnya, bangsa ini kehilangan jati diri, yang membuatnya makin sulit meningkatkan kembali semangat nasionalismenya.

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky (2011), mengatakan bahwa kelompok masyarakat yang sangat kaya masih menjadi penyokong utuma pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga mereka. Sementara sector industri berorientasi penciptaan nilai tambah penyerap lapangan kerja, yang menjadi salah satu indikator kesuksesan pertumbuhan ekonomi justru kian melemah.

Pertumbuhan ekonomi yang kuat menuju 2013 dengan sistem ekonomi terbuka sama sekali bukan jaminan bahwa kesenjangan kaya-miskin di Indonesia akan berkurang. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo (2011), mereka mengatakan bahwa kesenjangan yang lebar mengakibatkan berbagai kelemahan masyarakat, seperti kriminalitas tinggi, penggunaan narkotika meningkat, bahkan tingkat tinggi dalam penyakit jantung dan kanker.

Kesenjangan yang lebar tak hanya berakibat pada ekonomi, tetapi juga amat besar dampaknya terhadap kondisi psikologi bangsa. Subtansi dari kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Masalah kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial (Oman Sukamana, 2005). Masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan.

Sosiolog Mochtar Naim (2011) mengabarkan bahwa yang ditonjolkan selama ini hanyalah “ apa dan bagaimana serta dengan hasil capaian berapa, secara makro, lalu dibagi dengan jumlah penduduk”, tetapi tak pernah “oleh siapa dan untuk siapa, menurut jalur pelapisan sosial”. Padahal struktur masyarakat kita sangat berlapis dan bertingkat, bahkan cenderung dualistik dan dikotomik. Celakanya, pelapisan dan dualisme ataupun dikotomi sosial itu, seperti pada zaman colonial dulu, cenderung etnosentrik dan etnobias pula sifatnya. Artinya, kelompok terkecil masyarakat menurut jalur etnik itu, yang umumnya adalah nonpribumi, menguasi bagian terbesar kekayaan nasional. Sementara kelompok terbesar dari masyarakat pribumi yang merupakan pewaris sah dari republik ini mendapatkan bagian dan porsi terkecil. Akibatnya, cita-cita Pasal 34 UUD 1945, “pembangunan itu adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, hanyalah isapan jempol belaka.

Secara umum, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Kecuk Suharyanto, 2011).

Definisi itu terlihat bahwa kemiskinan merupakan masalah multidemensi sulit mengukurnya sehingga perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai. Salah satu konsep perhitungan kemiskinan yang diterapkan di banyak Negara, termasuk Indonesia adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan konsep ini, definisi kemiskinan yang sangat luas mengalami penyempitan makna karena kemiskinan hanya dipandang sebagai kemampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (Suhariyanto, 2011).

Dalam terapannya, dihitunglah garis kemiskinan absolute. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran atau pendapatan per kapital per bulan di bawah garis kemiskinan disebut penduduk miskin. Perhitungan penduduk miskin ini didasarkan pada data sampel, bukan data sensus, sehingga hasil sebetulnya hanyalah estimasi. Data yang dihasilkan biasa disebut data kemiskinan makro. Di Indonesia, sumber data yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional. BPS menyajikan data kemiskinan makro ini sejak tahun 1984 sehingga perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dalam waktu ke waktu.

Kesejahteraan atau keadaan tidak miskin merupakan keinginan lahiriah setiap orang. Keadaan semacam itu, akan tetapi, barulah sekadar memenuhi kepuasan hidup manusia sebagai makhluk individu. Padahal, disamping sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Setiap orang merupakan bagian dari masyarakkanya. Dalam kapasitas sebagai makhluk sosial ini (Dumairy, 1997), manusia membutuhkan “kebersamaan” dengan manusia-manusia lain di dalam masyarakatnya. Kesetaraan kemakmuran dalam arti perbedaan yang ada tidak terlalu mencolok, merupakan sarana yang memungkinkan orang-orang bisa hidup bermasyarakat dengan baik dan tenang, tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Kemerataan sama pentingnya dengan kemakmuran. Pengurangan kesenjangan sama pentingnya dengan pengurangan kemiskinan.

Ditilik berdasarkan berbagai indikator, terlihat masih berlangsungnya kesenjangan kesejahteraan anatara orang-orang desa dengan orang-orang kota. Bahkan untuk beberapa variabel atau indikator, sekalipun tingkat kesejahteraannya mengisyaratkan adanya perbaikan, perbedaan itu cukup mencolok. Persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang melek huruf lebih besar di kota daripada di desa. Keadaan bayi dan anak-anak balita di kota lebih baik daripada di desa. Semua ini cukup membuktikan masih memprihatinkannya kesenjakan sosial antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Kesenjangan sosial pun bukan hanya berlangsung antardaerah, tetapi juga antar wilayah.

Pengurangan kemiskinan memang perlu. Akan tetapi pengurangan kemiskinan tidak selalu berarti pengurangan ketimpangan. Sebagai suatu bangsa, kita bukan hanya hidup tetapi ingin hidup lebih makmur (tidak miskin), tetapi juga mendambakan kebersamaan dalam kemakmuran, kesejahteraan bersama yang relatif, tanpa perbedaan mencolok satu sama lain.


Permasalahan Sampah Di Masyarakat

Kata sampah bukanlah hal yang baru bagi kita, Jika kita mendengar kata ini pasti terlintas dibenak kita sampah adalah semacam kotoran, setumpuk limbah, sekumpulan berbagai macam benda yang telah dibuang ataupun sejenisnya yang menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung. Dengan kata lain sampah dapat diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses yang cenderung merusak lingkungan di sekitarnya. Sampah merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Masyarakat kota ataupun daerah yang padat pendududuknya pasti menghasilkan sampah yang begitu banyak.

Bagi sebagian dari masyarakat sampah bukanlah masalah, hal inilah yang sangat mengkhwatirkan. Padahal sampah itu merupakan masalah yang paling besar terhadap lingkungan sekitar kita, coba anda lihat sekitar lingkungan anda sudah bersihkah dari sampah? coba bayangkan jika sampah terus menerus dibuang berserakan ditengah jalan dan dibuang ditempat sungai atau selokoan air rumah anda. Pasti anda sudah langsung mengetahuinya karena betapa kotor dan kumuhnya daerah yang dipenuhi sampah selain itu juga sangat berdampak buruk bagi kita yang berada di sekitar sampah tersebut.

Sampah dapat membawa dampak yang sangat buruk bagi kesehatan masyarakat apabila tidak dapat ditanggulangi dengan cepat. Jika sampah tersebut dibuang sembarangan atau ditumpuk tanpa adanya pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sebagian dari kita pun tidak menyadari bahwa setiap hari terjadi penumpukan sampah baik sampah yang organik (sampah yang dapat diuraikan) maupun anorganik (sampah yang tidak dapat diuraikan).




Penyebab Masyarakat Membuang Sampah Sembarangan
Sebenarnya sampah tidak lah salah tetapi yang salah adalah perbuatan dari manusianya itu sendiri dalam membuang sampah. Sampah pastinya diakibatkan oleh manusia itu sendiri, perlu diketahui bahwa banyak penyebab yang diakibatkan dari manusia dalam membuang sampah ataupun limbah secara sembarangan, yakni di dalam pikiran sebagian masyarakat pada umumnya menganggap bahwa membuang sampah sembarangan ini bukanlah hal yang salah dan wajar untuk dilakukan. Norma dari lingkungan sekitar seperti keluarga, sekolah, masyarakat, atau bahkan tempat pekerjaan. Pengaruh lingkungan merupakan suatu faktor besar didalam munculnya suatu perilaku. Contohnya, pengaruh lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, akan menjadi faktor besar dalam munculnya perilaku membuang sampah sembarangan. 

Seseorang akan melakukan suatu tindakan yang dirasa mudah untuk dilakukan. Jadi, orang tidak akan membuang sampah sembarangan jika tersedianya banyak tempat sampah. Tempat yang kotor dan memang sudah banyak sampahnya. Tempat yang asal mulanya terdapat banyak sampah, bisa membuat orang yakin bahwa membuang sampah sembarangan diperbolehkan ditempat tersebut. Jadi, warga sekitar tanpa ragu untuk membuang sampahnya di tempat tersebut.  

Selain itu terdapat berbagai hal yang dapat menjadikan sampah sulit untuk dikelola dengan baik, yakni: 
a.       Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami masalah persampahan. 
b.      Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan. 
c.       Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan dan konstruksi di segala bidang termasuk bidang persampahan. 
d.      Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar, menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah, sehingga juga memperbanyak populasi vector pembawa penyakit seperti lalat dan tikus. 
e.       Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga cepat rusak, Ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya, sehingga cepat menjadi sampah. 
f.       Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir (TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah. 
g.      Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.
h.      Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan. 
i.        Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang semakin panas. 
j.        Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan. 

Dampak Yang Dapat Diakibatkan Oleh Sampah

Sampah-sampah yang berserakan, terutama pada tumpukan sampah yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan organisme-organisme yang membahayakan, mencemari udara, tanah dan air. Sehingga dampak tersebut dapat menyebabkan cukup banyak masalah bagi manusia dan lingkungan, antara lain: 
a.       Diare, kolera, dan tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat mencemari air tanah yang biasa di minum masyarakat. Penyakit DBD (Demam Berdarah) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah dengan pengelolaan sampahnya yang tidak memadai. 
b.      Sampah yang dibuang begitu saja berkontribusi dalam mempercepat pemanasan global, karena sampah dapat menghasilkan gas metan (CH4) yang dapat merusak atmosfer bumi. Rata-rata tiap satu ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan. 
Sampah dapat menyebabkan banjir. Sampah yang dibuang sembarangan, salah satunya yang dibuang ke sungai atau aliran air lainnya. Lama kelamaan akan menumpuk dan menyumbat aliran air, sehingga air tidak dapat mengalir dengan lancar dan akan meluap menyebabkan banjir.
Selain pernyataan diatas, sampah juga dapat merusak pemandangan. 

Pengolahan Sampah

Sampah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sampah haruslah diolah atau di daur ulang dengan baik agar tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang selama ini kita buang begitu saja, ternyata masih dapat diolah kembali antara lain dalam bentuk kerajinan yang bernilai ekonomi, bercita rasa seni dan unik. Secara umum pengelolaan sampah dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir/pengolahan. Sampah yang dibuang harus dipilih sehingga tiap bagian dapat di daur ulang secara optimal. Hal ini jauh lebih baik di bandingkan membuangnya ke sistem pembuangan sampah yang tercemar. Pembuangan sampah yang tercampur dapat merusak dan mengurangi nilai material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan dari sampah-sampah tersebut. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat di terapkan dalam pengolahan sampah. Prinsip ini sering dikenal dengan 3R, yaitu : 
1.   Reduce (mengurangi), sebisa mungkin kita meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan barang atau material, semakin banyak sampah yang kita hasilkan.
2.     Reuse (menggunakan kembali), sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang masih bisa dipakai kembali. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum barang menjadi sampah. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan hanya barang-barang yang lebih ramah lingkungan. 
3.          Recycle (mendaur ulang), sebisa mungkin, barang-barang yang tidak berguna di daur ulang kembali. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industri informal dan rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

Dalam mengelola usaha daur ulang, kita bisa hanya melakukan salah satu kegiatan seperti pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian, dan pembuangan produk/material bekas pakai, atau jika usaha daur ulang berkembang dengan pesat, kita bisa melakukan semua kegiatan tersebut secara bersamaan.


Saran
Janganlah membuang sampah sembarangan. Buanglah sampah pada tempatnya. Jagalah kebersihan sejak dini. Kegiatan menjaga kebersihan ini dapat dimulai dengan mengangkat sampah yang ada disekitar kita dan membuangnya ke tempat sampah yang tersedia. Pilihlah barang-barang yang dapat dipakai berulang kali, hindari seusaha mungkin dalam pemakaian barang barang sekali pakai. Gunakanlah prinsip 3R yaitu reduce(mengurangi), reuse(menggunakan kembali), recycle(mendaur ulang). 
Sebagai generasi muda, kita harus menyadari bahwa sampah itu merupakan ancaman yang sangat besar untuk masa depan bangsa. Untuk itu, sebagai generasi muda kita harus menumbuhkan kreasi-kreasi baru dalam memanfaatkan sampah. Dengan ini, tanpa kita sadari kita telah menyelamatkan masa depan bangsa dari sampah. 
Jagalah kebersihan dan kesehatan anda, Lakukanlah hal baik dimulai dari hal yang terkecil walaupun seperti membuang sampah pada tempatnya, hal itu akan membuat kita hidup nyaman dan bahagia dilingkungan tempat kita tinggal. Mari kita ciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari sampah untuk sekarang dan juga untuk masa depan.