Negara Indonesia
mempunyai pandangan yang khusus tentang perekonomiannya. Hal ini termuat
dalam UUD 1945, Bab XIV Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.” Menurut para ahli ekonomi, lembaga atau badan perekonomian
yang paling cocok dengan maksud Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
adalah KOPERASI. Arti koperasi sendiri menurut UU RI Nomor 22 Tahun
1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan
berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam koperasi, modal
dan kegiatan usaha dilakukan secara bersama-sama dan hasilnya juga untuk
kesejahteraan anggotanya secara bersama-sama.
“Koperasi adalah soko guru
perekonomian Indonesia”. Makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru
perekonomian dapat diartikan bahwa koperasi sebagai pilar atau ”penyangga
utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi
diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian
nasional. Keberadaannyapun diharapkan dapat banyak berperan aktif dalam
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini
keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah
tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan
usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu
kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya.
Padahal Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional.
Pada tahun 1950-an, kita pernah mengenal sebuah koperasi
yang sangat tangguh. Koperasi itu adalah GKBI (Gabungan Koperasi Batik
Indonesia). Sisa-sisa kemegahannya, barangkali masih dapat dilihat dari sebuah
gedung yang megah di Jalan Sudirman di Jakarta, yang dikenal sebagai Gedung
GKBI. Namun, gedung itu sekarang (ibaratnya) menjadi sebuah monumen. Monumen
yang menjadi saksi, bahwa GKBI pernah berjaya.
Mengapa peran sebagai soko guru perekonomian Indonesia
memudar? Mungkin alami, bahwa ketika GKBI berjaya, banyak kalangan yang
melirik. Tidak hanya GKBI-nya, tetapi juga koperasi pada umumnya. Mengapa
banyak yang melirik, kiranya kita maklum. Bahwa di sana, ada bergelimpangan
uang yang bisa digunakan untuk apa saja. Seperti biasa, kaum politisi juga
mulai tertarik. Dan itulah yang terjadi, di zaman Nasakom dahulu, koperasi
menjadi perebutan partai politik. Politisasi koperasi, tidak mampu
mempertahankan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, bahkan
sebaliknya. Dapat dipahami, karena koperasi sejatinya memang harus lepas dari
politik. Koperasi akan tetap sebagai soko guru perekonomian Indonesia, kalau
platformnya adalah ekonomi, bukan politik ataupun kepentingan
perorangan/golongan. Inilah yang mestinya harus dikembalikan, agar koperasi
kembali ke jati dirinya. Jati diri koperasi itu adalah kegotong-royongan. Masih
relevankah di era globalisasi?
Cobalah tarik pelajaran dari Mohamad Yunus di Bangladesh.
Bank yang dipimpinnya, memberikan kredit mikro pada sekelompok orang, bukan
perorangan. Demikian juga di Thailand. Dan ternyata dengan pendekatan seperti
itu, ia berhasil meningkatkan perekonomian rakyat kecil. Sekelompok orang,
bukankah mirip dengan koperasi? Kalau hal itu terjadi pada dunia swasta,
misalnya kepemilikan perusahaan oleh karyawan perusahaan itu, perusahaan itu
niscaya juga semakin kokoh. Disinilah perbedaan konsep perekonomian kita dengan
konsep ekonomi pasar, dimana kepemilikan perusahaan lebih berbasis pada
kemampuan perorangan untuk ikut memiliki saham perusahaan, antara lain, melalui
bursa saham.
Tampaknya pembinaan
Koperasi saat ini belum banyak membawa perubahan dan masih terobsesi kepada
pembinaan pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM
yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa setengah hati,
akibatnya kegiatan koperasi seperti samar-samar keberadaannya, tidak ada lagi
koperasi baru yang tumbuh bahkan ada koperasi yang dulu besar semakin surut
keberadaannya. Hal tersebut mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa
koperasi yang berjalan semakin samar atau tidak terlalu terdengar lagi
keberadaannya. Perbedaan kualitas SDM-nya yang tidak merata antara diperkotaan
dan pedesaan dimana di perkotaan lebih diutamakan pada koperasi distribusi,
disamping itu juga koperasi produksi, sementara di pedesaan pembinaannya
memerlukan perlakuan khusus jika dibandingkan dengan dikota, jadi utamakan di
pedesaan dikembangkan Koperasi Produksi disamping memberikan lapangan pekerjaan
dapat pula mencegah urbanisasi.
Keanggotaan koperasi
bersifat terbuka dan sukarela. Terbuka artinya anggota koperasi terbuka
bagi siapa saja sesuai dengan jenis koperasinya. Sukarela artinya
keanggotaan koperasi tidak atas paksaan. Setiap anggota mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Sesuai dengan pengertian koperasi bahwa koperasi
merupakan kegiatan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan. Maka tujuan
utama koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Keuntungan koperasi bisa
diperoleh antara lain dari laba penjualan dan jasa peminjaman. Meskipun
koperasi tidak mengambil laba penjualan atau jasa peminjaman yang besar.
Namun apabila koperasi berjalan dengan lancar keuntungan koperasi pun bisa
menjadi besar pula. Keuntungan koperasi akan dikembalikan kembali kepada
anggota sebagai SHU (Sisa Hasil Usaha). Tentu saja setelah dikurangi
biaya-biaya operasional. Pembagian keuntungan atau sisa hasil usaha ini
dibagi secara adil sehingga tidak ada yang dirugikan.
Untuk mengembalikan kondisi koperasi sebagai soko guru
perekonomian Indonesia, barangkali harus ada perubahan kebijakan dalam
pemberian kredit mikro. Seandainya kredit itu diberikan pada kelompok usaha
kecil, bukan perorangan, atau melalui koperasi, barangkali nilai tambahnya akan
meningkat. Keamanan kredit, juga lebih terjamin. Dampaknya, perekonomian
Indonesia juga akan mampu bersaing dan kualitas pertumbuhan ekonomi kita juga
semakin baik, oleh karena pertumbuhan ekonomi akan lebih terbagi (shared
growth). Kesenjangan kaya-miskin juga dapat ditekan. Skenario seperti ini,
antara lain ditunjukkan oleh negara-negara Skandinavia, dimana daya saingnya
tinggi, kesejahteraan rakyatnya tumbuh dengan merata. Bentuk masyarakat yang
adil dan sekaligus makmur, sebenarnya bukan hanya sebuah impian.
Jadi kesimpulannya
Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia berarti bahwa koperasi sebagai
pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Dengan tujuan utama koperasi
yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya koperasi dapat menjadi penyangga
dalam perekonomian anggotanya. Walaupun disamping itu banyak yang menganggap
bahwa keberadaan koperasi terlihat samar dikarenakan apakah badan koperasi ini
masih dimiliki oleh perorangan ataupun unit usaha yang dalam pelaksaannya
banyak terjadi keganjilan. Tetapi kenyataannya koperasi dapat memberikan
manfaat manfaat yang luar biasa yaitu dapat mengurangi pengangguran dan
kemiskinan terutama di Indonesia. Jadi kalau Koperasi dapat dikelola dengan
baik, jelas, terbuka, dan sukarela atas asas kekeluargaan maka koperasi yang
berjalan akan dapat memenuhi tujuan utamanya. Peran pemerintah dalam
mengembangkan koperasi ini juga tidak kalah penting. Mulai dari pemerintah yang
dapat mendukung perannya dalam koperasi ini masuk ke berbagai kota-kota besar
maupun daerah terpencil pun dengan pembinaan yang baik, dan jelas serta dapat
dikelola dengan sangat baik niscaya Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian
Indonesia tidak hanya sekedar pernyataan manis saja tapi itu benar-benar
bisa dibuktikan.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar