Memang banyak model demokrasi ekonomi modern yang dianut
oleh negara-negara di dunia. Dari model demokrasi koservatif, demokrasi
liberal, maupun demokrasi sosial. Namun sebagai ciri khas yang melekat di dalam
negara demokrasi kita sebagaimana disebutkan oleh Mohamad Hatta bahwa demokrasi
kita adalah demokrasi cap rakyat dimana dasar demokrasi kita adalah berdasarkan
pada kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa dan pemerintah sekali lagi
musti bercermin dari hati nurani rakyat di dalam melaksanakan tugas-tugas
pengurusan Negara. Perbedaan yang kemudian ditegaskan sekali lagi oleh Hatta
bahwa dasar demokrasi kita bukanlah pada semangat individualisme yang justru
akan memperkuat semangat liberalisme dan kapitalisme sebagaimana diajukan oleh
JJ.Rousseau, tapi adalah pada semangat kebersamaan di dalam arti kolektivitas
bukan dalam kesepadanan.
Demikian yang ada seharusnya bahwa koperasi sebagai sebuah
bentuk organisasi ekonomi yang demokratis, karena diusahakan dalam sebuah model
pengelolaan dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota (bukan dalam makna eksklusifitas).
Koperasi dalam sistem demokrasi ekonomi itu haruslah mampu membebaskan diri
dari kungkunan aturan yang dimaksudkan untuk kepentingan politik yang sempit
dari para pengiat politik pencari kekuasaan (Power seeker) ataupun dalam rangka
untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) yang mengakibatkan koperasi
kehilangan jati-dirinya selama ini, koperasi itu berdiri dan ada untuk kepentingan
masyarakat yang ingin menolong dirinya sendiri (self helf) dengan melakukan
kerjasama dengan orang lain di dalam koperasi.
Sebagaimana basis kekuatan ekonomi rakyat demikian
koperasi menjadi wilayah akses ekonomi rakyat yang paling mudah dan fleksibel
di dalam sistem demokrasi ekonomi kita. Dalam arti ketika orang ingin mendapatkan
tambahan ekonomis (value added) dari sebuah pembelajaran kebutuhan sehari-hari
mereka tinggal menjadi anggota koperasi konsumsi. Ketika mereka butuh dana
tinggal masuk sebagai anggota anggota koperasi kredit dan ketika bermaksud
untuk memasarkan produksi barang/jasa yang dihasilkan tinggal masuk koperasi
produksi. Koperasi sebagai kekuatan mandiri disusun dari kemampuan dana
masyarakat dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah bersifat sebagai
fasilitator dan juga melakuan pengaturan serta memberikan dukungan dalam bentuk
komitmen kebijakan yang jelas demi kepentingan rakyat banyak.
DIMENSI KOPERASI
Menurut konsepsinya koperasi memang tidak bisa diartikan
hanya secara partial mikro, dilihat sebagai sebuah perusahaan atau badan hukum
saja. Koperasi itu berdimensi luas dan seringkali dikatakan bahwa koperasi itu
adalah sebuah sistem nilai yang didalamnya syarat dengan nilai-nilai demokrasi.
Dimensi koperasi sebagai mana disebutkan oleh Sri Edi Swasono adalah terdiri
dari 4 (empat):
1.
melihat koperasi sebagai badan usaha
ekonomi atau unit produksi yang tunduk pada hukum-hukum ekonomi. Disini kita
berbicara masalah profesionalisme, manajemen, kewirakoperasian dan lain-lain
2.
secara makro melihat koperasi sebagai
sistem ekonomi nasional, sebagai sistem koperasi, dimana seluruh badan-badan
usaha termasuk usaha non koperasi harus tersusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan yang berjiwa dan bersemangat koperasi
sebagai perwujudan dari demokrasi ekonomi kita.
3.
(mandiri) dan kesetiakawanan
(solidaritas), yaitu koperasi sebagai movement untuk mewujudkan nilai-nilai
demokrasi, terutama demokrasi ekonomi melalui asas dan sendi-sendi dasar
koperasi
4.
dimensi gerakan keswadayaan, dimensi
manusia, koperasi dilihat sebagai lembaga pembentukan kepribadian
(individualitas), sebagai lembaga guana meningkatkan swadaya dan swakarsa.
MEWUJUDKAN KOPERASI IDEAL
Sementara itu sebagai sebuah organisasi masyarakat yang
otonom dan mandiri koperasi itu seharusnya muncul dari bawah (buttom-up) berkoperasi
itu adalah merupakan kehendak yang bebas, sukarela dan terbuka dari orang-orang
yang mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan kerjasama untuk menolong
dirinya sendiri (self help). Koperasi itu bukanlah rekayasa para pengiat
politik ataupun prakarsa pemerintah yang bersifat dari atas (top down) tapi
adalah organisasi swadaya masyarakat dan muncul sebagai keinginan bersama.
Perjalanan waktu telah menunjukkan kepada kita bahwasanya koperasi-koperasi
yang muncul dari sebuah kepentingan sempit akhirnya berguguran satu persatu dan
hanya organisasi yang berjalan sesuai “ruh” dari demokrasi ekonomi yang sesunguhnya
saja yang mampu bertahan.
Koperasi sebagai hal yang prinsipel dan membedakan dengan
bentuk usaha yang kapitalis adalah bahwasannya koperasi adalah kumpulan orang
dan bukanlah kumpulan modal. Modal bukan penentu tapi adalah pembantu (capital
is not master but servent). Kepemilikan koperasi sebagai ciri khas adalah bahwa
menjadi anggota koperasi berarti secara otomatis juga menjadi pemilik dan juga
pelanggan (customer). Sebagai pemilik tiap-tiap orang memiliki hak yang sama
dalam pengambilan keputusan dan pengawasan dilakukan oleh seluruh anggotanya
dalam suatu mekanisme yang demokratis. Beda dengan bentuk usaha yang kapitalis
bahwasanya koperasi itu berorientasi manfaat (benefit) baik dalam arti nominal
maupun pelayanan (service). Bukan pada orientasi keuntungan yang besar-besarnya
bagi orang-seorang yang kemudian dipastikan akan menjadi alat penindasan karena
sebagi sifat dasar manusia yang serakah dan ingin menguasai orang lain.
Pengelolaan koperasi didasarkan pada bentuk partisipasi
aktif anggota-anggotanya (member active partisipatofy). Balas jasa diberikan
sesuai dengan besarnya kontribusi yang diberikan secara adil dan merata bagi
tiap-tiap anggotanya. Bahkan demikian bagi yang non anggota perlu juga
diberikan keuntungan dari besaran transaksinya sebagai upaya promosi. Para karyawan
yang berkerja pada koperasi pada prinsipnya juga adalah pemilik. Sehingga dalam
suatu pelaksanaan fungsi dan tugasnya karyawan akan diharapkan pada bentuk pertangungjawaban
moral, social dan intelektual (moral-social-intelektual responsibility).
Sehingga yang terjadi adalah bahwa tiap-tiap karyawan akan merasa bertanggung
jawab atas usaha layanan yang diperlukan bagi anggota keseluruhan. Di dalam
koperasi bentuk pelanggaran atas sistem pengupahan yang tidak daapt memberikan
arti kesejahteraan bagi karyawan tidaklah boleh terjadi dan ini hal yang
prinsipel. Pengaturan koperasi pada intinya sangat ditentukan oleh peran aktif
dari anggota-anggotanya dan anggota-anggota koperasi pulalah yang menjalankan
segala kesepakatan yang mereka ambil sendiri.
Koperasi itu bukan disusun atas dasar suku, agama, ras,
golongan, politik, ataupun stratifikasi social. Sehingga perlu kita sadari
bersama bahwasannya koperasi itu adalah alat ekonomi rakyat yang bebas dan
tidaklah tertutup (esklusif) koperasi itu bukanlah ikatan-ikatan
primordialisme. Dalam arti koperasi itu bukanlah anggota yang tertutup
(esklusif) hanya untuk kelompok santri, kelompok pegawai negeri, kelompok
petani hingga kelompok mahasiswa tapi menjadi anggota koperasi itu adalah
bebas, sukarela dan terbuka. Bebas artinya bahwa untuk menjadi anggota koperasi
itu bebas keluar dan masuk dengan sistem yang telah disepakati. Hal ini
didasarkan pada suatu prinsip bahwa tiap-tiap individu itu berhak secara bebas
untuk menentukan nasibnya sendiri bukan oleh orang lain ataupun institusi
apapun. Sukarela dimaknai bawasannya menjadi anggota koperasi haruslah
merupakan kehendak secara sadar dari manfaat serta nilai tambah yang apa yang
hendak didapatnya dari kerjasama yang dilakukan berdasarkan prinsip
non-diskriminatif.
Perlu kita cermati bahwa munculnya “koperasi-koperasi
partai” akhirnya-akhir ini tak urung hanyalah akan mengakibatkan suatu
peristiwa kesalahan lama yang berakibat sangat fatal. Betapa dapat kita
saksikan bersama bahwa munculnya koperasi pada jaman orde lama dengan sistem
ekonomi terpimpinnya kita lihat bersama bahwa menyusul pembubaran partaikomunis
Indonesia (PKI) jumlah koperasi merosot secara drastik dari 73.400 buah, pada
kahir tahun 1968 merosot menjadi 14.700 buah (Depdagkop, tanpa tahun). Demikian
juga apa yang masih tersisa dari koperasi-koperasi orde baru yang ternyata tak
lebih hanya mampu menjadi koperasi-koperasi pengurus, koperasi sub-orninasi
konglomerasi dan koperasi yang state-centered (dikuasai Negara atau pemerintah)
lambat laun pastilah akan semakin jelas tidak eksistensinya dari
koperasi-koperasi tersebut.
Koperasi itu disusun dari seluruh kemampuan rakyat dan
sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selemah apapun rakyat kita pastilah
memiliki daya beli sehingga proses yang perlu adalah membangun kesadaran dan
sifat pemerintah menstimulir dan memfasilitsi bagi terbentuknya kreatifitas
bagi masyarakat untuk menyakinkan diri bahwa berkoperasi itu dapatlah
menjadikan sebagai cara untuk menolong diri sendiri (self help). Sehingga pada
akhirnya gerakan dari bawah oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk
meningkatkan daya beli dan sekaligus perbaikan kualitas sumber daya manusia
akan tercapai.
Di dalam berkoperasi wujud plurarisme haruslah dijadikan
model untuk saling memacu dan memotivasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan kemampuan dan keterampilan di koperasi itu justru seharusnya
dijadikan sebagai bentuk aktivitas yang saling mendukung antar yang lemah dan
kuat, antara yang bodoh dan yang pintar dan antara yang masih miskin keterampilan
untuk belajar banyak dari yang telah mahir. Hidup di dalam koperasi itu penuh
perlombaan dan bukanlah persaingan yang saling mematikan dalam suatu hubungan
yang harmonis. Sehingga terciptanya masyarakat koperasi akan menjadikan
hubungan manusia global yang lebih humanistic (humanistic global community).
Pada sebuah model koperasi demokrasi ekonomi yang
senyatanya kegiatan koperasi itu haruslah masuk pada berbagai bidang kegiatan
ekonomi. Koperasi untuk menjadi “soko guru perekonomian” dan sebagai alat untuk
mendemokrasikan sistem ekonomi kita haruslah bergerak pada berbagai bidang
ekonomi dalam skala yang lebih besar. Upaya-upaya untuk selalu mengkredilkan
koperasi baik secara legal, maupun institusional seharusnya menjadikan
kebangkitan koperasi untuk bersatu dan melepaskan diri dari segala
keterkungkungan.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar