Ada 3 teori etika, yaitu:
1. Teori
Teleologi
Sering
disebut teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral suatu tindakan atau
praktik ditentukan semata-mata oleh konsekuensi dari tindakan atau praktik
tersebut. Benar atau salahnya tindakan dan praktek ditentukan oleh akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan dan praktik tersebut.
Ada
beberapa jenis teori teleologi, namun yang paling populer karena dipandang
paling realistik adalah teori utilitirian (utilitarianisme) yang benar atau
salahnya suatu tindakan ditentukan oleh baik atau buruknya konsekuensi bagi
setiap orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
Sejalan
dengan pendirian utilitirianisme, pengambilan keputusan etis meliputi langkah-langkah
berikut:
1. Menentukan alternatif tindakan yang tersedia pada setiap situasi keputusan.
2. Menaksir biaya dan manfaaat dari masing-masing alternatif tindakan bagi setiap orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
3. Memilih alternatif tindakan yang menghasilkan jumlah terbesar manfaat atau jumlah terkecil biaya.
1. Menentukan alternatif tindakan yang tersedia pada setiap situasi keputusan.
2. Menaksir biaya dan manfaaat dari masing-masing alternatif tindakan bagi setiap orang yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
3. Memilih alternatif tindakan yang menghasilkan jumlah terbesar manfaat atau jumlah terkecil biaya.
2.
Teori Deontologi
Teori
ini menolak pendirian bahwa konsekuensi merupakan faktor relevan untuk
menentukan apa yang seharusnya kita perbuat. Menurut deontologi, tindakan atau
perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau
orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah
yang diikuti untuk berbuat.
Tujuh
kewajiban moral adalah
1.
Kewajiban menepati janji atau kesetiaan (fidelity)
2.
Kewajiban ganti rugi (reparation)
3.
Kewajiban terima kasih (gratitude)
4.
Kewajiban keadilan (justice)
5.
Kewajban berbuat baik (beneficence)
6.
Kewajiban mengembangkan diri (self improvement)
7.
Kewajiban untuk tidak merugikan (non-malificence)
3.
Teori Etika Keutamaan
3 hal
yang mencirikan keutamaan, yaitu:
1. Disposisi artinya keutamaan merupakan suatu
kencenderungan tetap.
2. Berkaitan dengan kemauan atau kehendak, artinya
keutamaan adalah kecenderungan tetap yang menyebabkan kehendak tetap pada arah
tertentu.
3.
Pembiasaan diri, artinya keutamaan tidak dimiliki
manusia sejak lahir tetapi diperoleh dengan cara membiasakan diri atau
berlatih.
Sejumlah
teori dan konsep etika telah dikembangkan oleh beberapa filsuf
atau pemikir dalam bidang etika. Pembelajaran teori etika tersebut untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika dan sebagai panduan untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan, keputusan dan kebijakan.
atau pemikir dalam bidang etika. Pembelajaran teori etika tersebut untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika dan sebagai panduan untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan, keputusan dan kebijakan.
1.
Teori Teleleologi.
Dalam buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori
teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral
suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh
konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan
tersebut. Maka, yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah
bukan tindakan itu sendiri melainkan akibat
dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah konsekuensi baik.
Oleh karena itu,
kebaikan merupakan konsep
fundamental dalam teori teleleologi.
Menurut Aristoteles, Etika teleologis atau Etika Aristoteles, yakni
etika yang mengukur benar/salahnya tindakan manusia dari menunjang tidaknya tindakan tersebut
ke arah pencapaian tujuan (telos) akhir yang ditetapkan sebagai
tujuan hidup manusia. Setiap tindakan
menurut Aristoteles diarahkan pada suatu tujuan, yakni pada yang
baik (agathos). Yang baik adalah apa
yang secara kodrati menjadi arah tujuan akhir
(causa finalis) adanya sesuatu. Yang baik yang menjadi tujuan akhir
hidup manusia menurut dia
adalah kebahagiaan atau
kesejahteraan (eudaimonia). Itulah
sebabnya teori etikanya sering disebut sebagai teori etika Eudaimonisme.
Dalam
buku karangan Ucok
Sarimah (2008, 5-6)
membedakan teori teleleologi menjadi 3, yaitu:
a. Egoisme
Etis
Suatu tindakan
benar atau salah
tergantung semata-mata pada
baik buruknya akibat tindakan
tersebut bagi pelakunya.
b. Altruisme
Etis
Berlawanan dengan egoisme etis, bahwa
baik buruknya suatu tindakan ditentukan oleh
baik buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali pelaku.
c.
Utilitarianisme
Gabungan antara egoisme etis
dan altruisme etis, bahwa benar salahnya tindakan tergantung
pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut.
Dari ketiga teori tersebut,
teori teleleologi yang sangat menonjol adalah utilitarianisme yang biasanya dihubungkan dengan filsuf Inggris, Jeremy
Betham dan John Stuart Mill. Sesuai
dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat” dalam
mengukur baik dan buruk. Kebaikan
didefinisikan sebagai kesenangan
sedangkan keburukan didefinisikan sebagai kesedihan. Bentuk
klasik utilitarianisme dinyatakan sebagai berikut: “Suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika
tindakan itu menghasilkan selisih terbesar kesenangan di atas kesedihan bagi setiap orang.”
Dalam buku karangan Kusmanadji
(2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat prinsip,
yaitu:
1)
Konsekuensialisme. Prinsip yang berpendiran bahwa kebenaran
tindakan ditentukan semata-mata oleh
konsekuensinya.
2)
Hedonisme. Manfaat (utility)
dalam teori ini didefinisikan sebagai kesenangan dan tidak adanya kesedihan. Hedonisme adalah prinsip bahwa kesenangan dan
hanya kesenanganlah yang merupakan perbuatan
tertinggi.
3)
Maksimalisme. Tindakan yang benar adalah tindakan
yang tidak hanya memiliki konsekuensi berupa
beberapa kebaikan, tetapi juga jumlah terbesar konsekuensi baik setelah memperhitungkan konsekuensi buruk.
4)
Universalisme. Konsekuensi yang
harus dipertimbangkan adalah konsekuensi bagi
setiap orang
Utilitarianisme
Klasik dan Utilitarianisme Pluralistik
Utilitarianisme Klasik mendefinisikan kebaikan
tertinggi adalah kesenangan (pleasure) dan keburukan
tertinggi adalah keburukan (plain) dan semua tindakan harus
dievaluasi dengan ukuran kesenangan dan kesedihan yang dihasilkan bagi semua orang yang dipengaruhi.
Utilitarianisme Pluralistik disebut juga
utilitarianisme dalam arti luas yaitu dengan mengartikan
kebaikan sebagai kesejahteraan umat manusia. Apapun yang menjadikan umat manusia secara umum lebih baik
atau memberikan manfaat adalah kebaikan, dan apapun yang menyebabkan
umat manusia menjadi lebih buruk atau menimbulkan
kerugian adalah keburukan.
Utilitarianisme
Tindakan dan Utilitarianisme Aturan
Utilitarianisme Tindakan
berpendirian bahwa dalam semua situasi seseorang seharusnya
melakukan tindakan yang memaksimalkan manfaat (utility)
bagi semua orang yang dipengaruhi oleh
tindakan tersebut. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu
menghasilkan selisih terbesar dari kebaikan
atas keburukan bagi setiap orang.
Utilitarianisme Aturan berpendirian
bahwa manfaat dapat
diperhitungkan pada kelompok-kelompok
tindakan, bukan pada masing-masing tindakan secara individual. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan
adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu
sesuai dengan seperangkat aturan yang
keberterimaannya secara umum akan menghasilkan selisih terbesar dari
kebaikan atas keburukan bagi setiap orang.
Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme
bukan berarti utilitarisme secara teoritis tidak memiliki masalah.
Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya
diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing
gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang
menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh.
Penganut utilitarisme akan menjawab tentu
yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja?
Kalau menurut teori ini YA.
Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana
jika manusia? Bukan tidak mungkin hal ini terjadi bahkan
sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban ada sejarah diskriminasi ras
mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar
asing lagi di telinga. Salah satu
sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme
hal ini dibenarkan selama diskriminasi
membawa manfaat.
Kelebihannya adalah
ketika berkenaan dengan
bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini
dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan
adalah angkaangka, jadi keputusan dapat
diambil secara mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak.
2.
Teori Deontologi.
Menurut
Teori Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita sendiri atau orang lain tetapi karena
sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri atau kaidah
yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008, 6) dalam kaitannnya dengan teori
deontologi dikenal:
a.
Deontologi Tindakan
Menurut
teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil
keputusan, seseorang harus
segera memahami apa
yang harus dilakukan tanpa mendasarkan pada peraturan atau pedoman.
b.
Deontologi Kaidah
Suatu
tindakan benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya dengan suatu prinsip moral yang benar.
c.
Deontologi Monistik
Teori
ini mendukung suatu kaidah umum seperti “the golden rule” sebagi prinsip moral tertinggi yang menjadi dasar untuk
menurunkan kaidah atau prinsipprinsip moral
lainnya.
d.
Dentologi Pluralistik
Teori
ini dikemukakan oleh William David Ross yang mengidentifikasi tujuh kewajiban moral pada pandangan pertama (prime face).
Teori deontologi sebenarnya sudah ada sejak
periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf
Jerman yaitu Immanuel Kant. Kata deon
berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan
kewajiban. Suatu perbuatan akan
baik jika didasari
atas pelaksanaan kewajiban,
jadi selama melakukan kewajiban berarti
sudah melakukan kebaikan.
Deontologi tidak terpasak
pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan
terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang
mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan
perbuatannya.
Lalu
apa itu kewajiban menurut deontologi? Sulit untuk mendefinisikannya namun
pemberian contoh mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan
tidak berbohong adalah perbuatan yang bisa
diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh
membantu orang tua? Tentu itu harus. Semua orang
bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban
yang dimaksud.
Menurut
Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu bermoral:
b.
Tindakan atau
prinsip itu haruslah
secara konsisten universal (dapat diuniversalkan).
c.
Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang
pada situasi tertentu jika dan hanya jika
alasan untuk melakukan tindakan tersebut merupakan alasan yang ia harapkan dimiliki oleh orang lain pada situasi
yang sama.
d.
Tindakan atau prinsip itu
menghargai makhluk relasional sebagai tujuan akhir.
e.
Suatu tindakan secara moral
benar jika dan hanya jika dalam melaksanakan tindakan
tersebut seseorang tidak memperlakukan orang lain semata-mata sebagai alat
untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi menghargai orang lain sebagai tujuan akhir bagi dirinya sendiri.
f.
Tindakan atau
prinsip itu berasal
dari, dan menghargai,
otonomi makhluk rasional.
g.
Suatu tindakan adalah benar secara moral jika dan
hanya jika tindakan tersebut menghargai
kapasitas orang untuk memilih secara bebas bagi dirinya sendiri.
Selain Kant, filsuf lain yang
dikaitkan dengan Teori Deontologi adalah William David Ross.
Menurut penilaian moral yang umum, seseorang tidak perlu barangkali bahkan tidak boleh membiarkan konsekuensi buruk
dari perbuatan sebenarnya baik, jika orang itu mempunyai kemampuan untuk
mencegahnya. Ross mengajukan jalan keluar dengan mengidentifikasi tujuh
kewajiban moral pada pandangan pertama (prima face). Artinya
bahwa kewajiban-kewajiban tersebut
harus dilaksanakan kecuali ada
kewajiban lain yang
lebih penting atau
pada situasi tertentu
ada kewajiban lain yang sama atau
lebih kuat. Ketujuh kewajiban moral tersebut adalah:
h.
Fidelity (kewajiban menepati
janji/kesetiaan).
i.
Kita harus menepati janji yang
dibuat dengan bebas, baik eksplisit maupun implisit,
dan mengatakan kebenaran.
j.
Reparation (kewajiban ganti
rugi).
k.
Kita harus memberikan ganti rugi
kepada orang yang mengalami
kerugian karena tindakan kita yang
salah, kita harus melunasi hutang moril dan materiil.
l.
Gratitude (kewajiban berterima
kasih).
m.
Kita harus berterima kasih kepada orang yang
berbuat baik terhadap kita.
n.
Justice (kewajiban keadilan).
o.
Kita harus memastikan bahwa kebaikan dibagikan
sesuai dengan jasa orang yang bersangkutan.
p.
Benefience (kewajiban berbuat
baik).
q.
Kita harus membantu orang lain yang membutuhkan
bantuan kita, berbuat apa pun yang dapat
kita perbuat untuk memperbaiki keadaan orang lain.
r.
Self-improvement (kewajiban
mengembangkan diri).
s.
Kita harus mengembangkan dan meningkatkan diri kita
dibidang keutamaan, intelegensi, dll.
t.
Non-maleficence (kewajiban
tidak merugikan).
u.
Kita tidak boleh melakukan
sesuatu yang merugikan orang lain.
3.
Teori Keutamaan (Virtue).
Teori
keutamaan (virtue) adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati,
melainkan: apakah orang
itu bersikap adil, jujur, murah
hati, dan sebagainya. (Velasquez;2005)
. Isu utama teori keutamaan adalah membicarakan tentang karakter apa saja yang membuat seseorang sebagai orang baik
secara moral. Teori keutamaan sering
juga dikatakan sebagai teori yang membicarakan tentang karakter yang
merupakan keutamaan moral. Karakter yang pada umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah
watak baik yang ada pada
setiap
individu. Karakter yang umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah:
individu. Karakter yang umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah:
a.
Keberanian/keteguhan, meningkatkan
peluang untuk memperoleh
apa yang diinginkan.
b.
Kejujuran, mensyaratkan niat
baik dan tulus untuk menyampaikan kebenaran.
c.
Kesetiaan, tanggung jawab
untuk menjunjung tinggi dan melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu dan organisasi.
d.
Keandalan, berusaha
secara maksimal dan
masuk akal dalam
memenuhi komitmen.
e.
Moderat ( tidak ekstrim,
cenderung ke dimensi pada umumnya).
f.
Pengendalian diri yang baik.
g.
Toleransi terhadap sesama.
h.
Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak
terkecuali.
i.
Loyalitas berarti bahwa
seseorang tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang tulus dengan
perusahaan.
j.
Kehormatan adalah
keutamaan yang membuat
seseorang menjadi peka terhadap
suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.
k.
Rasa malu membuat solider dengan kesalahan perusahaan.
l.
Kesantunan.
m.
Belas kasih.
n.
Bangga (tetapi tidak arogan).
o.
Berkeadilan, memastikan bahwa
manfaat atau keuntungan dibagikan sesuai dengan
jasa pihak-pihak yang terkait dan berhak, dll.
Etika keutamaan
memerlukan konteks, artinya
dalam menerapkan etika keutamaan
kita perlu memiliki pemahaman mengenai hakikat manusia dan tujuan hidup ini. Hakikat manusia dapat diketahui dengan
lebih memahami watak dari manusia itu
sendiri. Sedangkan tujuan
hidup dapat ditentukan dengan mempertanyakan “apa akhir dari kehidupan manusia?”. Bahwa manusia di
dunia hanya bagian dari perjalanan panjangnya
menuju kehidupan yang kekal sehingga dalam pribadi manusia secara otomatis
memiliki sifa-sifat keutamaan. Keutamaan merupakan disposisi watak
yang dimiliki seseorang
dan memungkinnya untuk bertingkah
laku baik secara moral. Ada tiga hal yang mencerminkan keutamaan, tiga hal tersebut adalah:
a.
Disposisi.
b.
Keutamaan
merupakan suatu kecenderungan
tetap. Keutamaan cenderung bersifat permanen, walaupun tidak
berarti tidak bisa hilang. Walaupun tidak mudah, Keutamaan dapat saja hilang. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor
yang mempengaruhi seperti faktor
lingkungan, orang di sekitarnya, dll.
c.
Keutamaan merupakan sifat
baik dari segi moral yang telah mengakar dalam diri seseorang.
d.
Kemauan/kehendak.
e.
Keutamaan adalah kecenderungan
tetap yang menyebabkan kehendak tetap pada
arah tertentu. Perilaku berkeutamaan disertai dengan maksud baik. Dengan demikian,
Motivasi atau maksud
pelaku sangat penting
karena itulah yang mengarahkan
kehendak.
f.
Pembiasaan diri.
Keutamaan tidak dimiliki
manusia sejak lahir, melainkan diperoleh dengan cara membiasakan diri atau berlatih. Keberanian, misalnya, adalah
keutamaan yang diperoleh melalui pembiasaan
diri melawan rasa takut.
Agar seseorang pada akhirnya
dapat memiliki keutamaan moral, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a. Pemahaman
dan menentukan karakter-karakter yang
baik terhadap tujuan akhir,yaitu
kehidupan yang baik.
b.
Memberikan
kandungan atau makna terhadap tujuan akhir tersebut.
Dalam
melangsungkan kehidupan kesehariannya manusia
senantiasa melakukan suatu tindakan,
tindakan yang dilakukannya ada tindakan yang benar dan ada tindakan yang salah. Suatu tindakan dinyatakan
benar apabila tindakan yang dilakukan
sepenuhnya mewujudkan atau
mendukung keutamaan yang
relevan, dimengerti sebagai ciri-ciri karakter yang memungkinkan untuk
mencapai kebaikan-kebaikan sosial
(Aristoteles, MacIntyre).
Referensi
Lubis, Satria Hadi. 2011. Etika Profesi PNS. Jakarta: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar