Berdasarkan
Pasal 1 (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang
pemakai barang atau jasa yang dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir (pengguna akhir
dari suatu produk) dan konsumen antara (menggunakan produk sebagai bagian dari
proses produksi suatu produk lain). Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga
berbentuk maupun bukan badan hukum yang didirikan dan melakukan kegiatan
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Pelaku usaha tersebut yaitu perusahaan korporasi, BUMN, koperasi,
importir, pedagang, distributor dan lain-lain.
Asas dan Tujuan
Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang
relevan dalam pembangunan nasional yaitu:
1. Asas
Manfaat
Segala upaya dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas
Keadilan
Memberikan kesempatan kepada konsumen
dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
3. Asas
Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4. Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas
Kepastian Hukum
Baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara
menjamin kepastiaan hukum.
Tujuan
perlindungan konsumen meliputi:
1. Meningkatnya
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif
pemakaian barang atau jasa.
3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen.
4. Menetapkan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab.
6. Meningkatkan
kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi batang atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan
Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen
anatara lain:
1. Hak
Konsumen
a. Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
b. Hak
untuk memilih barang atau jasa serta sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa.
d. Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
e. Hak
untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak
untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban
Konsumen
a. Membaca,
mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
c. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan
Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha
yaitu
1. Hak
Pelaku Usaha
a. Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan.
b. Hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum.
c. Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
d. Hak
untuk rehabilitasi nama baik.
e. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban
Pelaku Usaha
a. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa serta pemberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan.
e. Memberikan
kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang atau jasa.
f. Memberikan
kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku
Usaha
Dalam
Pasal 8 – Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum
yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu
1. Larangan
dalam Memproduksi/Memperdagangkan
a. Tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih dan jumlah dalam hitungan sebagaimana
yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
c. Tidak
mencatumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan.
d. Tidak
mencatumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar.
2. Larangan
dalam Menawarkan/Memproduksi/Mengiklankan
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau
seolah-olah
a. Barang
tersebut dalam keadaan baik atau baru.
b. Barang
atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan
atau afiliasi.
c. Barang
atau jasa tersebut tersedia.
d. Barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
e. Barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
f. Secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
g. Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3. Larangan
dalam Penjualan Secara Obral/Lelang
a. Menyatakan
barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.
b. Menyatakan
seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
c. Tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual
barang tersebut.
d. Menaikan
harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.
4. Larangan
dalam Periklanan
a. Mengelabui
konsumen mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan produk tersebut.
b. Memuat
informasi keliru.
c. Tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
d. Mengeksploitasi
kejadian seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan.
e. Melanggar
etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Klausula Baku dalam Perjanjian
Di
dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan
barang atau jasa yang ditunjukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan kalusula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain:
1. Menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
2. Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen.
3. Menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara
langsung.
4. Mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung
gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang di alami konsumen sebagai akibat
dari “produk yang cacat”, kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai
dengan perjanjian/jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk
yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas
kerusakan, pencemaran. Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian
uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Pasal 20
dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa
pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 19. Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen
menganut sistem beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak/tidak
memberi tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi badan penyelesaian sengketa
konsumen mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan.
Di
dalam Pasal 27 hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen apabila
1. Barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan.
2. Cacat
barang timbul pada kemudian hari.
3. Cacat
timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
4. Kelalaian
yang diakibatkan oleh konsumen.
5. Lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang
diperjanjikan.
Sanksi
Sanksi yang diberikan
oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60-63 dapat
berupa sanksi adminstratif, sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa
perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi,
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
kosumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.