Hukum Dagang ialah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk
memperoleh keuntungan ataupun hukum yang mengatur hubungan antara manusia dan
badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. Namun, seiring
berjalannya waktu hukum dagang mengkodidikasi (mengumpulkan) aturan-aturan
hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang
sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kita Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer).
1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam
segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum
perdata adalah hukum perikatan. Perikatan dalah suatu perbuatan hukum yang
terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing
berdiri sendiri yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu
prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban
memenuhi prestasi.
Hubungan
hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan
yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara
keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Sementara itu, dalam Pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa
jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpanan-penyimpanan
berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini. Kemudian, di
dalam Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata.
Pengertiannya KUH Dagang merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUH Perdata (lex generalis) sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi genelari, artinya hukum yang khusus
dapat mengesampingkan hukum yang umum.
2. Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum
tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melalukan
perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang dirubah
menjadi Perbuatan perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku
bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Menurut Hukum,
perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan
menggunakan banyak modal (dalam artian luas), tenaga kerja, dan dilakukan
secara terus menerus serta terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan
cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian dagang.
Menurut Mahkamah Agung (Hoge Raad), perusahaan
adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan
keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang
bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian
Menurut Motengraff,
mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan
dengan cara memperdagangkan perjanjian-perjanjian perdagangan
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1982,
perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan yang ddidirikan bekerja serta berkedudukan
dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau
laba.
3. Hubungan Pengusaha dengan
Pembantu-Pembantunya
Di
dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua
fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan
1. Pembantu
di Dalam Perusahaan
Pembantu di dalam perusahaan mempunyai
hubungan yang bersifat sub ordinasi,
yakni hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan,
misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang
keliling, dan pegawai perusahaan.
2. Pembantu
di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan mempunyai hubungan yang
bersifat koordinasi, yaitu hubungan
yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi
kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam
Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacar, notaris, agen perusahaan, makelar,
dan komisioner.
Dengan demikian,
hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara
dalam perusahaan dapat bersifat:
a. Hubungan
perburuan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan
pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan
hukum pelayan berkala, sesuai Pasal 1601 KUH Perdata
4. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusahaan
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua
macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu:
a. Membuat
pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang dan Undang-Undang Nomor 8 1997 tentang Dokumen Perusahaan)
Di dalam pasal 6 KUH Dagang menjelaskan
makna pembukuan, yakni mewajibkan setiap orang yang akan menjalankan perusahaan
supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang
berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak
dan kewajiban para pihak. Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan di dalam
KUH Dagang menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. Dokumen perusahaan berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1997 merupakan data, catatan, dan keterangan yang dibuat atau diterima
oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas
kertas atau sarana lain, maupun terekam dalam bentuk corak apa pun yang dapat
dilihat, dibaca, dan didengar.
Selain itu, di dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah
terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya. Jangka waktu untuk dokumen
keuangan selama 10 tahun terhitung sejak akhir tahun buku perusahaan yang
bersangkutan, sedangkan data pendukung administrasi keuangan disimpan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan serta nilai guna dokumen tersebut.
Kemudian, untuk dokumen perusahaan perlu disimpan sekurang-kurang selama tiga
puluh tahun. Setelah lewat masa itu kepentingan dokumen tidak mempunyai fungsi
sebagai alat bukti. Selain itu, sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang
pengusaa adalah rahasia, artinya
meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga mengetahui hak-hak dan
kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis setiap orang diperbolehkan
memeriksa atau melihat pembukuan pengusaha. Kerahasiaan pembukuan menurut Pasal
12 KUH Dagang tidak mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa
cara
1. Representation,
melihat pembukuan pengusaha dengan perantara hakim
2. Communication,
pihak-pihak ahli waris, pendiri perseroan/pesero, kreditur dalam kepailitan,
buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan dapat melihat
pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim.
b. Mendaftarkan
perusahannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan).
Daftar perusahaan adalah daftar catatan
resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau
peraturan-peraturan pelaksanaanya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh
setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor
pendaftaran perusahaan. Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan
keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber
informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data,
serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar
perushaaan dalam rangka menjamin kepastian perusahaan. Daftar perusahaan
persifat terbuka untuk semua pihak, berarti daftar perusahaan tersebut dapat
dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
Perushaaan-perusahaan yang wajib
didaftar dalam daftar perusahaan adalah berbentuk badan hukum, persekutuan,
perorangan, dan perusahaan-perusahaan baru yang sesuai dengan perkembangan
ekonomian, sedangkan perusahaan yang ditolak pendaftarannya karena dianggap
belum melakukan wajib daftar, tetapi tidak mengurangi kesempatan dalam usaha
atau kegiatan selama tenggang waktu kewajiban pendaftaran sejek penolakan
pendaftaran. Pihak yang ditolak dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.
5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk
perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah
pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya
1. Bentuk-bentuk
perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya
a. Perusahaan
Perseorangan
Suatu perusahaan yang dimiliki oleh perseorangan
atau seorang pengusaha.
b. Perusahaan
Persekutuan
Suatu perusahaan yang dimiliki oleh
beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan.
2. Bentuk-bentuk
perusahaan jika dilihat dari status hukumnya
a. Perusahaan
Berbadan Hukum
Sebuah subjek hukum yang mempunyai
kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya.
b. Perusahaan
Bukan Badan Hukum
Harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk
memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk perorangan maupun
persekutuan.
Sementara
itu, di dalam masyarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:
1.
Perusahaan Swasta
Perusahaan
yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan
pemerintah. Terbagi dalam tiga perusahaan swasta, antara lain:
a. Perusahaan
swasta nasional
b. Perusahaan
swasta asing
c. Perusahaan
patungan/campuran (joint venture)
2.
Perusahaan Negara
Perusahaan
yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara. Pada umumnya, perusahaan
negara disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdiri dari tiga
bentuk, yakni:
a. Perusahaan
jawatan (Perjan)
b. Perusahaan
umum (Perum)
c. Perusahaan
perseroan (Persero)
6. Perusahaan Persekutuan Berbadan
Hukum
Perusahaan
persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha swasta, dapat berbentuk
1. Perseroan
Terbatas
Bentuk badan usaha perseroan terbatas
merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai
tujuan tertentu. Dasar hukum perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT.
Modal
dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham yang dimaksud
dapat dikeluarkan atas nama atau atas tunjuk. Oleh karena itu, modal dari
perseroan terbatas terdiri dari
a. modal
dasar (authorized capital),
keseluruhan nilai nominal saham yanga ada dalam perseroan.
b. modal
yang ditempatkan (issued capital),
modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada
saat perseroan didirikan.
c. modal
yang disetor (paid capital), modal perseroan
yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan para
pendiri kepada kas perseroan.
2. Koperasi
Perserikatan yang memenuhi keperluan
para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan para anggotanya dengan
cara menjual barang keperluan sehari-hari dengan harga murah (tidak bermaksud
mencari untung). Pembentukan koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian.
Modal koperasi terdiri dari
a. Modal sendiri, meliputi simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah
b. Modal
pinjaman, dapat berasal dari anggota, dari koperasi lainnya atau anggotanya,
bank, dan lembaga keuangan lainnya
c. Penerbitan
surat berharga dan surat utang lainnya serta sumber lain yang sah
3. Yayasan
Pembentukan yayasan dapat didirikan oleh
satu orang atau lebih serta satu badan hukum atau lebih. Undang-undang yang
mengatur yayasan tidak memberikan kemungkinan bagi pendiri yayasan yang
jumlahnya lebih dari satu dan merupakan gaungan dari dua orang atau lebih
dengan satu atau lebih suatu badan hukum (disebut dengan yayasan campuran). Dengan
demikian, mendirikan suatu yayasan harus diakukan secara otentik, yakni dengan
akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya
disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM. Berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 diberikan
kemungkinan bagi pendiri yayasan untuk diwakilkan kepada orang lain berdasarkan
surat kuasa. Yayasan dapat dibubarkan karena
a. Jangka
waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan
yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yakni berdasarkan alasan
1. Yayasan
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan
2. Tidak
mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit
3. Harta
kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit
dicabut
7. Penyatuan Perusahaan
Dalam
membentuk suatu perseroan dapat dilakukan berbagai cara, yakni dnegan penyatuan
perusahaan baik secara penggabungan (merger),
peleburan (konsolidasi), dan
pengambilalihan (akuisisi)
1. Penggabungan
(merger)
Penggabungan dua atau lebih perusahaan
ke dalam satu perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri telah
berakhir kedudukannya sebagai badan hukum (perusahaan), karena dibubarkan dan
dilikuidasi, sedangkan yang masih ada adalah perusahaan yang menerima
penggabungan
sementara itu, mengenai cara penggabungan
perusahaan dapat dilakukan secara horizontal (merupakan kombinasi satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya yang kegiatannya masih dalam lini bisnis
yang sama atau menghasilkan produk yang sama), secara vertikal (merupakan
kombinasi satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang kegiatannya
menunjukkan adanya hubungan sebagai produsen-supplier atau menggabungkan diri
kepada yang menghasilkan produk-produki yang berada dalam rangkaian proses
produksi).
2. Peleburan
(konsolidasi)
Peleburan dua atau lebih perusahaan
menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara tiap-tiap perusahaan
yang melebutkan diri berakhir kedudukannya sebagai badan hukum atau perusahaan.
Dengan demikian, semua aset pemegang saham dan kreditor dari tiap-tiap
perseroan yang meleburkan diri secara yuridis menjadi aset pemegang saham dan
kreditor perseroan baru hasil peleburan. Oleh karena itu, penggabungan atau
peleburan sebagaimana dimaksud di atas hanya dapat dilakukan apabila rancangan
penggabungan atau peleburan disetujui oleh RUPS tiap-tiap perseroan.
3. Pengambilalihan
(akuisisi)
Pembelian seluruh atau sebagian saham dalam satu
atau lebih perusahaan atau pemilik perusahaan lainnya. Namun, perusahaan yang
diambilalih sahamnya tetap hidup sebagai badan hukum atau perusahaan hanya saja
berada do bawah kontrol perusahaan yang mengambil alih saham-sahamnya itu.
Akuisisi dapat dibedakan menjadi akuisisi internal, yakni pengambil alihan
terhadap perusahaan target yang masih berada dalam satu grup bisnis, sedangkan
akusisi eksternal merupakan pengambialihan perusahaan target yang berada di
luar grup bisnis perusahaan yang mengakuisisi
Dengan
demikian, hal-hal yang harus diperhatikan pada perbuatan hukum penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan PT adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan
hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan PT adalah
a. Kepentingan
perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan
b. Kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
2. Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham
minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Pemegang saham
minoritas mempunyai hak untuk menjual sahamnya sesuai dengan harga yang wajar.
Dalam hal hak menjual sahamnya tidak dapat terlaksana maka pemegang saham minoritas
dapat tidak menyetujui rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
yang diajukan oeh direksi dan melaksanakan haknya sebagaimana UUPT.
8. Pembuburan dan Likuidasi Perseroan
Terbatas
Pembubaran
dan likuidasi perseroan terbatas berpedoman pada Pasal 114 UUPT, dapat terjadi
karena
1. Keputusan
RUPS
2. Jangka
waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir
3. Penetapan
pengadilan, apabila terjadi sebagai berikut:
1. Permohonan
kejaksaan berdasarkan alasan yang kuat bahwa perseroan telah melanggar
kepentingan umum
2. Permohonan
satu atau lebih pemegang saham atau yang mewakilinya, paling sedikit 1/10
bagian dari jumalah seluruh saham dan mempunyai hak suara yang sah
3. Permohonan
kreditor berdasarkan alasan
a. Perseroan
tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit atau
b. Harta
kekayaan perseroan tidak cukup melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan
pailit dicabut atau
c. Diperlukannya
permohonan kreditor tersebut karena kepailitan tidak sendirinya mengakibatkan
perseroan bubar.
Dengan demikian, jika
perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum,
kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar