Senin, 25 April 2016

Hukum Asuransi

Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang-undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
1)      Dasar Hukum Asuransi
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Kepres) berserta peraturan di bawahnya.
Untuk membedakan pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian, selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan disebut UU Bisnis Asuransi. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor 73 Tahun1992).
Hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan. Beberapa sudah disebutkan di atas, berikut tambahan dasar hukum asuransi di Indonesia.
1.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
4.      Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
5.      KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6.      KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Reasuransi.
7.      KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
Undang-undang tersebut merupakan perihal yang sangat penting untuk dipelajari sebagai agen asuransi jiwa

2)      Penggolongan Asuransi
Dalam pasal 1774 KUH Perdata, asuransi dapat digolongkan sebagai bunga selama hidup seseorang atau bunga cagak hidup dan perjudian dalam perjanjian untung-untungan (konsovereenskomst). Dengan demikian, asuransi dapat dikatakan sebagai perjanjian untung-untungan dikarenakan asuransi mengandung unsur “kemungkinan”, di mana kewajiban penanggung untuk menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut diggantungkan pada ada atau tidaknya suatu peristiwa yang tidak tentu atau tidak pasti.
Berdasarkan atas perjanjian asuransi dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1.      Asuransi Kerugian (Schade VerzekeringI), yang memberikan penggatian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekyaan tertanggung
2.      Asuransi Jumlah (Sommen Verzekering), pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung kepada persoalan apakah evenement menimbulkan kerugian atau tidak
Menurut sifat pelaksanaanya asuransi dapat digolongkan menjadi 3 yaitu
a.       Asuransi Sukarela
Pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela yang semata-mata dilakukan atas suatu keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas suatu yang dipertanggungkan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, dan asuransi kematian.
b.      Asuransi Wajib
Asuransi bersifat wajib yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait di mana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan asuransi kesehatan
c.       Asuransi Kredit
Asuransi yang selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank, meliputi asuransi pengangkutan laut dan asuransi kendaraan bermotor. Adapun fungsi dari asuransi kredit adalah
a.       Melindungi pemberian kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya
b.      Membantu kegiatan keamanan perkreditan, baik kredit perbankan maupun kredit lainnya di luar perbankan

3)      Prinsip-Prinsip Asuransi
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem hukum asuransi, yakni:
1.      Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)
Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya bahwa tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat dari peristiwa itu.
2.      Indemnitas (indemnity)
Suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
3.      Asas kejujuran sempurna/iktikat baik (utmost good faith)
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
4.      Subrogasi bagi penanggung (subrogation)
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
5.      Proxima causa
Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
6.      Kontribusi (contribution)
Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

4)      Polis Asuransi
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).

Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a.       Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b.      Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c.       Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d.      Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e.       Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f.       Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g.      Premi asuransi;
Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan:
1.      Letak barang tetap serta batas-batasnya;
2.      Pemakaiannya;
3.      Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
4.      Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5.      Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1.      Bencana yang ditutup;
2.      Yang ditutup;
3.      Kerugian yang ditutup;
4.      Orang-orang yang ditutup;
5.      Lokasi-lokasi yang ditutup;
6.      Jangka waktu yang ditutup;
7.      Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
Jenis Klausula Asuransi
Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
a.      Klausula Premier Risque
Asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b.      Klausula All Risk
Penanggung memikul segala resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
c.       Klausula Total Loss Only (TLO)
Penanggung hanya menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
d.      Klausula Sudah Diketahui (All Seen)
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.
e.       Klausula Renunsiasi (Renunciation)
Penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian akibatevenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
f.       Klausula Free Particular Average (FPA)
Bahwa penanggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.
g.      Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut.
Hal yang harus diperhatikan:
Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis). Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.


Daftar Pustaka

Surat-Surat Berharga

Dalam undang-undang dan beberapa referensi mengenai surat berharga tidak ditemukan definisi yang jelas mengenai surat berharga, namun dalam beberapa referensi mengenai surat berharga para ahli hukum menjelaskan bahwasanya surat berharga adalah salah satu jenis dari surat perniagaan yang dikenal atau beredar di masyarakat, di samping jenis lainnya yang dikenal sebagai surat yang berharga. Perbedaan di antara kedua jenis surat perniagaan di atas, semata-mata memperhatikan sulit tidaknya pengalihan atau levering-nya. Berdasarkan beberapa referensi yang ada, surat berharga dapat didefinisikan sebagai surat yang:
a.       memiliki nilai
b.      negotiable
c.       mudah dialihkan, yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.

 Sedangkan fungsi dari surat berharga itu sendiri dapat dikelompokkan sebagai:
1.      Alat pembayaran (contoh: cek, bilyet giro dan wesel bayar);
2.      Surat bukti investasi, yang dibagi lagi ke dalam (i) investasi yang bersifat utang (contoh: promes dan obligasi), dan (ii) investasi yang bersifat ekuitas (contoh: surat saham).
Fungsi surat berharga secara umum dibedakan dalam:
1.      Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar. Dalam surat ini penandatangan berjanji atau menyanggupi membayar sejumlah uang kepada pemegang atau orang yang menggantikannya. Termasuk bentuk ini adalah surat sanggup;
2.      Surat perintah membayar. Dalam surat ini penerbit memerintahkan kepada tertarik untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya. Termasuk dalam bentuk surat ini adalah surat wesel dan cek;
3.      Surat pembebasan hutang. Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjukkan dan menyerahkan surat ini.  Termasuk dalam bentuk ini adalah kwitansi atas unjuk.
Khusus untuk surat berharga yang berfungsi sebagai surat sanggup membayar atau janji untuk membayar, kemudian dikelompokkan berdasarkan jangka waktu hutangnya, yaitu:
1.      Surat hutang jangka pendek (< 1 tahun). Contoh: certificate of deposit, SBI, promissory notes, dan commercial paper;
2.      Surat hutang jangka menengah (1-5 tahun). Contoh: medium term notes dan floating rate notes;
3.      Surat hutang jangka panjang (> 5 tahun). Contoh: obligasi atau bondsmortgage backed securities (MBS), dan asset backed securities (ABS).
PENEBITAN DAN PENGALIHAN SURAT BERHARGA
Penerbitan surat berharga didasarkan pada fungsi dari surat berharga itu sendiri, apakah untuk alat pembayaran atau untuk keperluan investasi, yang mana secara umum diterbitkan oleh:
1.      Pihak yang berhutang, seperti dalam cek dan promes;
2.      Pihak yang berpiutang, seperti dalam wesel dagang (merchant’s draft /bill of exchange);
3.      Pihak lainnya yang ditujuk, seperti dalam wesel (bank draft).
Pihak-pihak yang terkait dengan surat berharga adalah:
1.      Penarik (drawee), merupakan pihak pemilik dana pada rekening yang memerintahkan tertarik, yaitu bank, untuk membayar kepada pemegang;
2.      Penerbit (issuer, penandatangan, debtor), merupakan pihak yang menerbitkan surat berharga;
3.      Pemegang (kreditur, holderinvestor, beneficiary), adalah pemegang surat berharga yang memiliki hak tagih;
4.      Tertarik (payee), merupakan pihak lain yang disebutkan dalam surat berharga sebagai pihak yang akan melakukan pembayaran;
5.      Endosant (indorser), adalah pemegang surat berharga sebelumnya, yang memindahkan haknya atas surat berharga tersebut kepada pihak yang menerima pengalihan;
6.      Akseptan (acceptor), adalah pihak yang melakukan akseptasi menerima, yaitu mengakui setiap tagihan yang ternyata dalam warkat surat berharga yang diaksep serta berjanji melakukan pembayaran pada waktu yang ditentukan. Biasanya akseptan dalam wesel bank adalah bank selaku pihak tertarik, sedangkan dalam wesel dagang (merchants draft) akseptan biasanya adalah importir atau pembeli;
7.      Avalist (guarantor) adalah penjamin dari penerbit.

Berdasarkan availability-nya (syarat pencairannya), suatu piutang dibedakan secara atas bawa, atas unjuk, dan/atau atas nama yang mana berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, diatur bahwa:
a.       Piutang atas bawa pengalihannya cukup dengan menyerahkan fisik surat beharga saja;
b.      Piutang atas unjuk pengalihannya harus melalui endesomen atau endorsement (Pasal 110-119 KUHD);
c.       Piutang atas nama pegalihannya harus secara cessie. Pengalihan secara cessie, sebagaimana dijelaskan pada bagian awal bab ini, dikatakan sebagai mekanisme pengalihan yang sulit dilakukan, mengingat hal demikian harus dilakukan melalui suatu akta, sehingga surat tersebut masuk kategori surat yang berharga. Di bawah ini hanya akan dibahas mengenai jenis-jenis surat berharga saja atau surat yang mudah mekanisme pengalihannya.
 JENIS-JENIS SURAT BERHARGA
1.      Cek
Cek adalah surat perintah dari nasabah, dalam hal ini pemilik dana pada rekening giro (current account), kepada tertarik, dalam hal ini bank, untuk membayar tanpa syarat sejumlah dana kepada pemegang pada saat diunjukkan, yang berfungsi sebagai alat pembayaran tunai.
Dasar Hukum:
1.      Pasal 178-229d KUHD;
2.      SEBI No.8/7/UPPB tertanggal 16 Mei 1975 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong (“SEBI No.8/7/1975”);
3.      SEBI No.9/72/UPPB tertanggal 10 Januari 1977 tentang Penulisan Nilai Nominal Cek/Bilyet Giro dalam Angka dan Huruf (“SEBI No.9/72/1975”);
4.      SEBI No.9/16/UPPB tertanggal 31 Mei 1976 tentang Larangan Menerbitkan Cek/Bilyet Giro dalam Valuta Asing (“SEBI No.9/16/1976”);
5.      No.5/85/UPPB/PbB tertanggal 11 September 1972 tentang Pembuatan/Penerbitan Cek/Bilyet Giro dan Alat-alat Lalu Lintas Pembayaran Giral Lainnya (“SEBI No.5/85/1972”);
Berdasarkan Pasal 182 KUHD dan dikaitkan dengan mekanisme pengalihannya cek dapat dibagi menjadi:
1.      Cek atas unjuk atau cek kepada orang yang ditulis namanya dengan tambahan klausula “atau penggantinya”, harus dibayar kepada yang namanya tertera dalam cek dan pengalihannya secara endosemen;
2.      Cek atas nama adalah cek kepada orang yang disebut namanya dengan tambahan klausula “tidak kepada pengganti”, maka pengalihannya secara cessie;
3.      Cek atas bawa adalah cek kepada pembawa atau kepada orang yang disebut namanya dengan tambahan klausula “atau kepada pembawa” atau cek tanpa penyebutan nama penerimanya, maka pengalihannya cukup dengan penyerahan fisik cek saja.
Tenggang waktu pengunjukan cek
Untuk cek yang diterbitkan dan dibayarkan di Indonesia, harus diunjukkan dalam tenggang waktu 70 hari, sejak tanggal penerbitannya (Pasal 206 KUHD) ditambah 6 bulan tenggang waktu sebelum kadaluwarsa (Pasal 229 KUHD).
2.      Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah pemilik dana pada rekening giro, kepada bank atau tertarik untuk memindahkan sejumlah dana kedalam rekening yang tertera dalam bilyet giro, dana mana tidak dapat dicairkan secara tunai.
Dasar Hukum
1.      SEBI No.8/7/1975;
2.      SEBI No.9/72/1975;
3.      SEBI No.9/16/1976;
4.      SEBI No.5/85/1972; 
Tanggal dan batas waktu yang berlaku dalam Bilyet Giro:
1.      Tanggal penerbitan;
2.      Tanggal efektif (bukan merupakan syarat formal Bilyet Giro) adalah tanggal mulai berlakunya tenggang waktu penarikan. Apabila tidak ditulis dalam Bilyet Giro maka tanggal penebitan sama dengan tanggal efektif;
3.      Tenggang waktu penarikan selama-lamanya 70 hari sejak tanggal penerbitan;
4.      Tenggang waktu penawaran selama-lamanya 6 bulan setelah batas waktu penarikan;
5.      Masa kaluwarsa adalah masa setelah tenggang waktu penawaran.

3.      Wesel (Wissel, Bill of Exchange, Draft)
Wesel dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak ditemukan definisinya. Dalam Black’s Law Dictionarydraft didefinisikan sebagai: perintah tertulis dari satu pihak (penarik) yang menginstruksikan kepada pihak kedua (tertarik/bank), untuk membayar sejumlah uang saat diminta atau pada waktu yang ditentukan kepada pihak ketiga (penerima pembayaran) atau penggantinya atau siapapun yang membawa wesel.
Sedangkan wesel tagih atau bill of exchange didefinisikan sebagai: Perintah tertulis tanpa syarat dari pihak yang satu kepada pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang saat diminta atau pada waktu yang ditetapkan.
Berdasarkan fungsinya, wesel dibedakan ke dalam: (i) wesel untuk keperluan kiriman uang (bank draft), dan (ii) wesel dagang atau wesel tagih (bill of exchange, merchants draft), yang lazim digunakan dalam transaksi trade finance. Wesel yang tergolong surat berharga dalam bab ini adalah wesel dagang atau lazim juga disebut wesel tagih.
Dasar Hukum
1.      Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 KUHD;
2.      Konvensi Genewa, 1930 dan 1931.

Pihak-pihak yang terlibat dalam wesel adalah:
1.      Penerbit (trekker, drawer) adalah kreditur atau pemilik tagihan;
2.      Tersangkut (betrokkene, drawee) adalah pembeli (debtor) atau penjaminnya;
3.      Akseptan (acceptant, acceptor) adalah importir atau pembeli atau pihak yang mengakui setiap tagihan yang ternyata dalam wesel dan berjanji untuk melakukan pembayaran pada waktu yang ditentukan;
4.      Pemegang pertama (nemer, holder) adalah Penerbit;
5.      Pengganti (geendosseerde, indorsee) adalah Pemegang yang menerima pengalihan hak atas wesel dari pemegang sebelumnya;
6.      Endosan (endosant, indorser) adalah Penerbit atau Pemegang berikutnya yang mengalihkan hak tagih atas wesel kepada Pemegang lainnya;
7.      Avalist adalah penjamin, baik sebagian atau seluruhnya, dari Tersangkut.
Berdasarkan Pasal 110 KUHD dan dikaitkan dengan pengalihannya, wesel dapat dibagi menjadi, yaitu:
1.      Wesel atas nama dimana pengalihannya dilakukan dengan endosement
2.      Wesel kepada pengganti, yang mana tedapat klausula “atas penggantinya” pengalihannya dilakukan dengan endosement.
3.      Wesel tidak kepada pengganti, wesel atas nama dengan tambahan klausula “tidak kepada pengganti”, dan pengalihannya harus melalui cessie.
Dalam KUHD dikenal beberapa bentuk wesel sebagai berikut:
1.      Wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya (Pasal 102 ayat 1 KUHD);
2.      Wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri. Misalnya dalam transaksi antar cabang (Pasal 102 ayat 2 KUHD);
3.      Wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga (Pasal 102 ayat 3 KUHD);
4.      Wesel inkaso (Pasal 102 a KUHD). Pemegang atau penerima wesel merupakan kuasa dari penerbit;
5.      Wesel domisili (Pasal 103 KUHD). Penerbit dan akseptan menetapkan pihak ketiga lainnya sebagai pembayar atau tempat pembayaran, untuk mempermudah penarik;
6.      Wesel domisili dalam blanko (Pasal 126 ayat 1 KUHD). Tempat pembayaran baru ditetapkan oleh akseptan saat dilakukan akseptasi.

Beberapa batas waktu dalam wesel:
1.      Akseptasi harus dilakukan dalam waktu 1 tahun sejak tanggal penerbitan (Pasal 122 KUHD);
2.      Setiap hutang yang timbul dari wesel hapus, karena ketentuan hapusnya utang sebagaimana diatur dalam Pasal 1831 KUH Perdata;
3.      Hari bayar: (i) saat diunjukkan (wesel unjuk), (ii) setelah diunjukkan (wesel setelah unjuk), (iii) pada waktu setelah hari tanggalnya, atau (iv) suatu hari yang ditentukan;
4.      Segala tuntutan hukum terhadap akseptan harus berakhir selambat-lambatnya 3 tahun setelah wesel diterbitkan;
5.      Segala tuntutan hukum terhadap Endosan harus berakhir selambat-lambatnya 1 tahun setelah wesel diterbitkan;

4.    Sertifikat Deposito (Certificate of Deposit CoD)
Berdasarkan UU Perbankan sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Sedangkan menurut Blacks Law Dictionary yaitu: Pengakuan tertulis dari bank kepada penyimpan (deposan) dengan janji untuk membayar kepada penyimpan, atau penggantinya.
Dasar Hukum: Surat Keputusan Direktur BI No.17/44/KEP/DIR tanggal 22 Oktober 1984 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank Umum Dan Bank Pembangunan.

Pihak-pihak yang terlibat dalam CoD adalah:
1.      Penerbit (Bank), sebagai pihak yang memiliki kewajiban pembayaran kepada siapapun yang mengunjukkan CoD saat jatuh tempo;
2.      Pemegang (deposan atau penggantinya atau siapapun yang menguasai CoD) sebagai pihak yang berhak atas pembayaran jumlah pokok yang tertera dalam CoD.

5.      Sertifikat Bank Indonesia (“SBI”)
SBI adalah sertifikat yang diterbitkan BI dengan sistem true discount, yang dibeli melalui lelang (primary market) atau melalui pasar uang (secondary market).
Dasar Hukum
1.      SEBI No.16/8/UPUM tanggal 21 Januari 1984 tentang Ketentuan Tentang Penerbitan SBI
2.      SEBI No. 18/1/UPUM tanggal 30 Mei 1985 tentang Penerbitan SBI.
  
Pihak-pihak yang terlibat adalah
1.      Penerbit yaitu BI, sebagai debitur;
2.      Pembeli atau Pemegang adalah investor atau kreditur yang membeli SBI;
3.      Mediator adalah Bank-Bank yang melakukan pembelian untuk keperluan nasabahnya.

6.      Saham (Stock)
Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu perseroan, yang dibuktikan dengan surat saham, sebagai suatu surat legitimasi yang menyatakan bahwa pemegang adalah orang yang berhak atas deviden, hak suara, dan manfaat lainnya.
Dasar Hukum: Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).

Menurut Pasal 24 ayat 2 UUPT Jenis-jenis saham adalah:
1.      saham atas tunjuk, yang dibuktikan dengan surat saham,
2.      saham atas nama.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Saham adalah
1.      Penerbit (emiten) adalah PT yang menerbitkan saham dalam rangka menghimpun modal;
2.      Pemegang saham atau investor adalah pemodal yang membeli atau menyetorkan uang untuk keperluan penyertaan modal dalam perusahaan Penerbit.

7.      Sertifikat Reksadana
Sertifikat Reksadana atau juga lazim disebut Unit penyertaan yang dibuat atas unjuk, adalah bukti yang menjelaskan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan oleh perusahaan reksa dana untuk kemudian akan dikelola dalam bentuk pembelian surat berharga seperti saham, obligasi, atau disimpan dalam bentuk deposito berjangka. Lazimnya, setiap 6 bulan selama jangka waktu penglelolaan dana, investor atau pemodal akan memperoleh deviden, bunga, atau capital gain.
Dasar Hukum: Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Reksadana adalah:
1.      Penerbit adalah perusahaan reksadana yang menghimpun dana dari masyarakat pemodal;
2.      Investor adalah pemodal yang membeli unit penyertaan/pemegang unit penyertaan.
3.      Manajer Investasi adalah pihak yang diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif
4.      Bank Kustodian adalah pihak yang diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Antara manajer investasi, bank kustodian dan pemegang unit penyertaan atau pemodal terikat berdasarkan suatu Kontrak Investasi Kolektif (KIK), yang mana jumlah penyerataan dari masing-masing pemodal dinyatakan dalam Unit Penyertaan.

8.        Commercial Paper (“CP”)
Dalam Black’s Law Dictionary didefinisikan bahwa CP merupakan: negotiable instrumentuntuk pembayaran uang, seperti cek, wesel, promissory notes. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa CP adalah short term, unsecured promissory notes, yang lazim diterbitkan olehlarge, well-known corporations dan finance companies. Dalam praktek, sebagai surat utang jangka pendek, CP sama dengan promissory notes, namun pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang bukan lembaga keuangan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan CP adalah
1.      Penerbit (issuer, penandatangan, debtor) adalah debitur;
2.      Pemegang (kreditur, holderinvestor), adalah kreditur;
3.      Endosant (indorser), adalah Pemegang yang mengalihkan hak tagihnya kepada Pemegang lainnya dengan cara endosemen;
4.      Avalist (guarantor) adalah penjamin dari Penerbit.

9.             Obligasi (Bonds)
Dalam Black’s Law Dictionary obligasi didefinsikan sebagai: a) suatu sertifikat bukti hutang, yang mana perusahaan penerbit atau badan pemerintah berjanji untuk membayar sejumlah bunga untuk satu jangka waktu panjang tertentu kepada pemegang, dan untuk membayar kembali hutangnya pada saat jatu tempo; b) instrumen hutang jangka panjang yang berisikan janji untuk membayar kepada kreditur sejumlah bunga secara periodic dan membayar hutang pokok pada saat jatuh tempo.

Beberapa hal mengenai obligasi:
1.      Jangka waktu: menengah atau panjang
2.      Dapat diperjualbelikan;
3.      Pendapatan bunganya secara periodik (coupon basis);
4.      Pembayaran bunga lazimnya diberikan untuk monthlyquarterlysemi-anualy, atauanualy;
5.      Berdasarkan negara yang menerbitkan dikenal istilah: (i) domestic, (ii) foreign bondsdan (iii) global bonds;
6.      Penerbit: (i) Pemerintah, (ii) BUMN, dan (iii) Perusahaan swasta;
7.      Dalam sistem pembayaran bunga dikenal istilah: (i) coupon bond, dan (ii) zero coupon bond;
8.      Dalam jenis tingkat bunga dikenal istilah: (i) tetap, (ii) mengambang, dan (iii) campuran;
9.      Jaminan: (i) secured bond (guaranteed bond), dan (ii) unsecured bond;
10.  Harga obligasi, tidak selalu sama dengan nominal dan dinyatakan dalam bentuk prosentase. Dapat at discount (harga obligasi setelah dipotong tingkat diskonto, at par(harga obligasi sebesar nilai nominal), atau at premium (harga obligasi setelah ditambah tingkat premi)
11.  Yield, adalah pendapatan dari holder atau investor, meliputi nilai pokok, kupon dan selisih kurs;
12.   Maturity atau jangka waktu;
13.  Kupon adalah pembayaran bunga secara periodic selama jangka waktu obligasi oleh emiten kepada investor;
14.  Face Value adalah jumlah uang yang menunjukkan nilai yang akan dibayar oleh issuerkepada holder pada saat dilaksanakannya hak untuk membeli (callable);
15.  Stapled bond adalah obligasi yang dipecah;
16.  Convertible bond adalah bond yang, dengan opsi pada pemegangnya, dapat dialihkan menjadi saham (penyertaan);
17.  Junkbond, adalah obligasi dengan yield yang tinggi dan resiko yang tinggi;
18.  Scriptless Bond adalah obligasi yang diperdagangkan melalui bursa tanpa warkat;
19.  Outright (jual putus), tidak menetapkan syarat kepada penjual untuk membeli kembali atau pembeli wajib menjual kembali.
20.  Repo adalah menjual obligasi dengan syarat membeli kembali;
21.  Reverse repo adalah membeli obligasi dengan syarat menjual kembali.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Obligasi adalah
1.      Issuer adalah Penerbit dalam hal ini adalah debtor;
2.      Holder adalah Pemegang Obligasi dalam hal ini adalah creditor/investor;
3.      Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan Holder;
4.      Avalist (guarantor) adalah pihak yang menjamin pembayaran .
Khusus untuk obligasi yang diterbitkan pemerintah RI dalam rangka Rekapitalisasi, secara khusus diatur dalam PBI No.1/10/PBI/1999 tentang Portfolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi tertanggal 3 Desember 1999, PBI No. 2/2/PBI/2000 tertanggal 21 Jauari 2000 dan SEBI No. 2/1/DPM tertanggal 21 Januari 2000 tentang Tata Cara Pencatatan Kepemilikan Dan Penyelsaian Transaksi Obligasi Pemernitah.
10.         Floating Rate Note (“FRN”)/Medium Term Note (“MTN”)
Pada dasarnya FRN dan MTN merupakan obligasi dengan jangka menengah. FRN adalah notes dengan bunga floated, yang lazim diterbitkan dan dipasarkan di Luar Negri, sedangkan atas MTN berlaku tingkat suku bunga fixed yang lazim dipasarkan di Indonesia. Pihak-pihak yang terlibat dalam FRN atau MTN adalah sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam obligasi.

11.          Surat Berharga Lainnya
1.      Kwitansi Atas Unjuk (Pasal 229e-229k KUHD). Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjukkan dan menyerahkan surat pembebasan hutang. Dengan penunjukan dan penyerahan surat itu, pemegang memperoleh pembayaran. Bagi pihak ketiga yang telah membayar, surat itu menjadi bukti bahwa ia telah melunasi hutangnya sehingga ia dibebaskan dari kewajiban membayar kepada penerbit.
2.      Promes Atas Bawa (Pasal 229e-229k KUHD), dalam surat ini issuer berjanji atau menyangupi untuk membayar surat yang berisikan kesanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau orang yang menggantikannya dan setara dengan bank notes. Surat berharga jenis ini tidak penah ditemukan di masyarakat.
Daftar Pustaka