Istilah
industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang
mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi
atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut
sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian
industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang
ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial.
Karena
merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri
berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat
perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan
macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara
penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada
dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan
bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang
digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut,
semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka
semakin beranekaragam jenis industrinya.
Adapun
klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai
berikut.
1. Klasifikasi
industri berdasarkan bahan baku
Tiap-tiap
industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada apa yang
akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan
bahan baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri ekstraktif, yaitu
industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri
hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan.
b.
Industri nonekstraktif,
yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya:
industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain.
c.
Industri fasilitatif atau
disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya adalah
dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,
perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga
kerja
Berdasarkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri rumah tangga,
yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri
industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari
anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah
tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,
industri kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
b.
Industri kecil, yaitu
industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri
industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya
berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya:
industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.
c.
Industri sedang,
yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri
industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki
keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial
tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
d.
Industri besar, yaitu
industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar
adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk
pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan
perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer
test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan
industri pesawat terbang.
3. Klasifikasi industri berdasarkan
produksi yang dihasilkan
Berdasarkan
produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri primer,
yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan
lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau
digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi,
industri makanan dan minuman.
b.
Industri sekunder,
yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan
lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan
benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
c.
Industri tertier,
yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat
dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan
berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat.
Misalnya: industri angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan
industri pariwisata.
4. Klasifikasi industri berdasarkan bahan
mentah
Berdasarkan
bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri pertanian, yaitu
industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan
pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula, industri kopi,
industri teh, dan industri makanan.
b.
Industri pertambangan,
yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan.
Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM (bahan bakar minyak
bumi), dan industri serat sintetis.
c.
Industri jasa,
yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan
meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri perbankan,
industri perdagangan, industri pariwisata, industri transportasi, industri seni
dan hiburan.
5. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi
unit usaha
Keberadaan
suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri.
Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri berorientasi pada pasar
(market oriented industry), yaitu industri yang didirikan
mendekati daerah persebaran konsumen.
b.
Industri berorientasi pada tenaga
kerja (employment oriented industry), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang
memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
c.
Industri berorientasi pada
pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri
yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di
Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk
di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri
BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d.
Industri berorientasi pada
bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya
bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri
tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan
industri gula berdekatan lahan tebu.
e.
Industri yang tidak terikat oleh
persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri
yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat
didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya
sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik,
industri otomotif, dan industri transportasi.
6. Klasifikasi industri berdasarkan proses
produksi
Berdasarkan
proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri hulu,
yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi.
Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan
industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri
pemintalan, dan industri baja.
b.
Industri hilir, yaitu
industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang
yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya:
industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri
meubeler.
7. Klasifikasi industri berdasarkan barang
yang dihasilkan
Berdasarkan
barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri berat,
yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya.
Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
b.
Industri ringan,
yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya:
industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.
8. Klasifikasi industri berdasarkan modal
yang digunakan
Berdasarkan
modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri dengan penanaman modal
dalam negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari
pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri). Misalnya: industri
kerajinan, industri pariwisata, dan industri makanan dan minuman.
b.
Industri dengan penanaman modal
asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman
modal asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri
pertambangan.
c.
Industri dengan modal patungan
(join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama
antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri transportasi, dan
industri kertas.
9. Klasifikasi industri berdasarkan subjek
pengelola
Berdasarkan
subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri rakyat, yaitu
industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri meubeler,
industri makanan ringan, dan industri kerajinan.
b.
Industri negara, yaitu
industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah
BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri transportasi.
10. Klasifikasi industri berdasarkan cara
pengorganisasian
Cara
pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti:
modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara
pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:
a.
Industri kecil,
yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi
sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga,
produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala
lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan ringan.
b.
Industri menengah,
yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup
maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak
tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional).
Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri mainan anak-anak.
c.
Industri besar,
yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih
dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil,
pemasarannya berskala nasional atau internasional. Misalnya: industri
barang-barang elektronik, industri otomotif, industri transportasi, dan
industri persenjataan.
11. Klasifikasi industri
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain
pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian
industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986
yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun
pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a.
Industri
Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia
Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang
tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok
IKD adalah sebagai berikut:
1)
Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan
industri bahan kimia tekstil.
2)
Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri
asam sulfat, dan industri kaca.
3)
Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan
industri pestisida.
4)
Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas,
industri pulp, dan industri ban.
b.
Industri
Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini
merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat
atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah
sebagai berikut:
1)
Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya:
mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2)
Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah
batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
3)
Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor,
mesin gergaji, dan mesin pres.
4)
Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan
komputer.
5)
Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan
generator.
6)
Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan gerbong.
7)
Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil,
motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
8)
Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
9)
Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi
baja, industri alumunium, dan industri tembaga.
10) Industri
perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11) Industri
mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi, peralatan pabrik, the
blower, dan kontruksi.
c.
Aneka
Industri (AI)
Industri ini
merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam barang kebutuhan
hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1)
Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2)
Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin,
lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio.
3)
Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta,
plastik, obatobatan, dan pipa.
4)
Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh,
kopi, garam dan makanan kemasan.
5)
Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian,
kayu lapis, dan marmer.
d.
Industri
Kecil (IK)
Industri ini
merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi
sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya: industri
kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
e.
Industri
pariwisata
Industri ini
merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata.
Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan
budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi
alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai,
pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya:
melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran,
hotel, dan tempat hiburan).
Meningkatkan Daya Saing Industri di Indonesia
Ada
beberapa temuan posisi daya saing berbasis agro pada sektor industri di
Indonesia yang penting untuk kita perhatikan yaitu:
1.
Daya saing Indonesia berbasis agro sektor industri telah
menurun dari 1995 sampai 2000, terutama untuk daya saing dalam negeri,
2.
Indonesia berbasis agro sektor industri memiliki keterkaitan
ke Thailand dan China,
3.
Indonesia tidak memiliki sumber utama pertumbuhan berbasis
agro industri yang dapat digunakan dalam pembangunan masa depan. Faktor
pertumbuhan struktural dalam agro berbasis sektor industri di Indonesia tidak
memiliki pola, sementara Thailand didukung oleh faktor perubahan teknologi, dan
China didukung oleh faktor ekspor ekspansi.
Dari temuan tersebut setidaknya
ada beberapa rekomendasi untuk meningkatkan daya saing berbasis agro pada
sektor industri di Indonesia sebagai berikut:
1.
Mengembangkan berbasis agro industri sebagai sektor ekonomi
utama,
2.
Meningkatkan produktivitas,
3.
Memperkuat daya saing dalam negeri,
4.
Meningkatkan pemasaran berbasis daya saing,
5.
Mengembangkan teknologi berbasis ekonomi.
Untuk
meningkatkan daya saing pada sektor industri di Indonesia ada sembilan
pilar yang harus dimiliki untuk mewujudkan kemajuan Indonesia. Kesembilan pilar
tersebut adalah
1.
Perubahan mindset.
Polar pikir adalah dasar untuk melakukan perubahan. Untuk menjadikan Indonesia
maju, pola pikirnya juga harus maju. Kita tidak boleh terpaku kepada budaya
‘narimo’ atau menerima. Dulu berkembang pandangan, Indonesia adalah negara
subur, ‘gemah ripah loh jinawi’, sehingga untuk hanya sekadar makan, kita tidak
perlu bekerja keras. Kekayaan alam yang melimpah dan kesuburan yang luar biasa
seolah meninabobokan kita, sehingga lupa bahwa kekayaan itu suatu saat akan
habis.
2.
Pengembangan mutu modal manusia. Dengan banyaknya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia,
diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni. Jangan sampai kekayaan kita
dikuasai oleh negara asing, karena Indonesia kekurangan SDM yang mumpuni, yang
melek ilmu pengertahuan, serta teknologi. Peningkatan mutu modal manusia ini
sangat perlu, supaya kita tidak jauh tertinggal dengan negara-negara yang sudah
maju.
3.
Pemanfaatan seluruh sumber pembiayaan pembangunan. Salah satu penyakit Indonesia saat
ini adalah kurang efektifnya memanfaatkan dana yang disediakan untuk
pembangunan. Sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia sebenarnya sangat
besar. Namun karena terjadi kebocoran di sana-sini dan penyelewengan yang
dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab, sumber dana itu sebagian menguap
tanpa menghasilkan sesuatu.
4.
Pengelolaan anggaran dan kekayaan negara yang lebih baik. Berkali-kali Presiden SBY mengatakan
supaya pengelolaan anggaran harus transparan dan akuntabel. Begitu pun Menko
Perekonomian Hatta Rajasa yang berkali-kali menegaskan supaya pengelolaan kekayaan
negara harus bisa dipertanggungjawabkan. Apa yang disampaikan SBY dan
Hatta itu semata-mata untuk menyelamatkan kekayaan negara. Jangan sampai
anggaran dan kekayaan negara dikorupsi, dilarikan ke luar negeri oleh
oknum-oknum mafia. Sebab, kalau anggaran dan kekayaan terkelola dengan baik,
niscaya kesejahteraan seluruh masyarakat akan terjamin.
5.
Konsistensi kebijakan yang mendorong transformasi sektoral. Untuk membangun Indonesia menjadi
sebuah negara maju, syarat utamanya adalah harus konsisten. Kalau kebijakan
dijalankan secara konsisten, pasti hasilnya juga akan sesuai target.
Kebijakan yang dijalankan secara konsisten juga akan menghasilkan sebuah sistem
yang terintegrasi, sehingga bisa terbangun konektivitas antara satu sektor
dengan sektor lain. Konektivitas ini sangat diperlukan, supaya pembangunan
bangsa ini bisa terukur dan berguna untuk seluruh masyarakat Indonesia.
6.
Keberlanjutan jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Jaminan sosial untuk masyarakat
adalah kewajiban yang harus dipenuhi negara secara terus menerus. Ciri dari
sebuah negara maju adalah adanya sebuah jaminan dari pemerintah terhadap
kehidupan sosial masyarakat. Jaminan sosial ini sangat terkait dengan program
penanggulangan kemiskinan. Tolok ukur keberhasilan sebuah jaminan sosial adalah
ketika angka kemiskinan terus menurun. Dengan penurunan tingkat kemiskinan,
otomatis kesejahteraan masyarakat meningkat.
7.
Ketahanan pangan dan air. Masih terkait dengan jaminan sosial, ketahanan pangan
dan air adalah bagian dari program pemerintah dalam memberikan perlindungan
kepada rakyat. Banyak negara di luar yang terjerat krisis, karena mampu
mengatasi persoalan pangan dan air bersih. Ini tidak boleh terjadi di
Indonesia. Sebagai negara yang subur, kaya akan sumber daya alam, Indonesia
harus mampu melakukan swasembada pangan. Akan sangat ironis, jika Indonesia
yang subur dan kaya sumber daya alam, harus mengimpor bahan pokok makanan dari
negara yang secara geografis lebih jelek dari Indonesia. Ini menjadi tantangan
pemerintah sekarang dan di masa mendatang, yaitu bagaimana memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki Indonesia, sehingga mampu mencukupi kebutuhan pangan dan air
di dalam negeri.
8.
Ketahanan energi. Pilar kedelapan ini sangat terkait dengan pilar ketujuh. Sumber daya alam
yang melimpah di Indonesia harus benar-benar dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi di dalam negeri. Sebagai salah satu negara yang memiliki
sumber daya energi terbesar di dunia, Indonesia harus mampu menciptakan
ketahanan energi sendiri, tanpa tergantung dari negara luar. Pengembangan
sumber energi alternatif, di luar minyak harus terus dilakukan, supaya kita
tidak tergantung pada fluktuasi politik dunia. Kalau kita sudah mampu
mengembang energi alternatif, tidak perlu takut lagi terhadap kenaikan harga
minyak dunia. Pemerintah juga akan lebih leluasa menerapkan kebijakan energi,
karena secara kuota kita mampu menghasilkan energi yang bisa meng-cover kebutuhan
di dalam negeri.
9.
Reformasi birokrasi. Salah satu penyakit kronis yang harus segera ditangani
pemerintah saat ini adalah birokrasi yang korup. Banyak kebijakan pemerintah
yang pro rakyat tidak sampai pada target yang dituju, karena terjadi penyelewengan-penyelewengan
ditingkat birokrasi. Banyak investor batal menanamkan modalnya di Indonesia
karena terbentur pada birokrasi yang bertele-tele. Reformasi birokrasi ini
mendesak dilakukan, supaya roda pemerintah bisa berjalan stabil. Kalau
pemerintah sudah stabil, kebijakan ekonomi berjalan on the track,
mimpi untuk menjadi negara maju segera bisa menjadi kenyataan.
Sektor yang Memberikan Kontribusi Bagi Perkembangan Ekonomi di Indonesia
Ekonomi
Kreatif atau bisa disebut Industri Kreatif
merupakan Industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas,
ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut. Saat ini industri kreatif di dunia
tumbuh pesat. Ekonomi kreatif global diperkirakan tumbuh 5% per
tahun, akan berkembang dari US$ 2,2 triliun pada Januari 2000 menjadi US$ 6,1
triliun tahun 2020. Di Indonesia, ekonomi kreatif cukup berperan dalam
pembangunan ekonomi nasional. Hanya, ia belum banyak tersentuh oleh campur
tangan pemerintah. Ini karena pemerintah belum menjadikannya sebagai sumber
pendapatan negara yang penting. Pemerintah masih fokus pada sektor manufaktur,
fiskal, dan agrobisnis.
Berdasarkan
studi pemetaan industri kreatif yang dilaksanakan Departemen Perdagangan Tahun
2007 diperoleh informasi bahwa kontribusi industri kreatif terhadap
perekonomian Indonesia dapat dilihat pada lima indikator utama, yaitu Produk
Domestik Bruto (PDB), ketenagakerjaan, jumlah perusahaan, ekspor dan dampak
terhadap sektor lain.
Menurut data
Departemen Perdagangan, industri kreatif pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun,
atau rata-rata 4,75% terhadap PDB nasional selama 2002-2006. Jumlah ini
melebihi sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang
memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan
(23%) dan periklanan (18%). Selain itu, sektor ini mampu menyerap
4,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6% pada 2006. Ini
jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya sebesar
0,54%. Namun, ia baru memberikan kontribusi ekspor sebesar 7%, padahal di
negara-negara lain, seperti Korsel, Inggris dan Singapura, rata-rata di atas
30%.
Ke depan,
ekonomi kreatif secara umum dan industri kreatif khususnya diyakini akan
menjadi primadona. Ada tiga alasan yang mendasari keyakinan tersebut, yaitu
hemat energi karena lebih berbasis pada kreativitas, lebih sedikit menggunakan
sumber daya alam, dan menjanjikan keuntungan lebih tinggi. Ketiga faktor di
atas juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang belimpah.
Saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta. Populasi yang berusia
15-29 tahun berkisar 40,2 juta atau hampir 18,4% merupakan pasar yang sangat
gemuk bagi produk-produk industri kreatif. Departemen Perdagangan telah menyusun
rencana jangka panjang pengembangan industri kreatif. Targetnya adalah
meningkatkan kontribusi terhadap PDB. Tahun 2009-2015 ditargetkan naik 7%-8%.
Pada tahun 2002-2006 kontribusinya 6,2% atau senilai Rp 104,7
triliun.Sumbangannya terhadap PDB memang masih kalah jika dibandingkan dengan
industri kreatif negara maju, misalnya Inggris 7,9% dengan rata-rata
pertumbuhan 9% per tahun. Namun Indonesia lebih baik dari Selandia Baru (3,1%)
dan Australia (3,3%).
Tahun 2009-2015 yang disebut sebagai tahap penguatan dasar ditargetkan kontribusi industri kreatif terhadap ekspor nasional menjadi 11%-12% serta penyerapan tenaga kerjanya meningkat pada kisaran antara 6% dan 7%. Periode tahun 2015-2025 merupakan tahap akselerasi atau percepatan pertumbuhannya dan diharapkan kontribusinya terhadap PDB naik menjadi 9%-11%, pada nilai ekspor nasional 12%-13%, serta penyerapan tenaga kerja 9%-11%.
Tahun 2009-2015 yang disebut sebagai tahap penguatan dasar ditargetkan kontribusi industri kreatif terhadap ekspor nasional menjadi 11%-12% serta penyerapan tenaga kerjanya meningkat pada kisaran antara 6% dan 7%. Periode tahun 2015-2025 merupakan tahap akselerasi atau percepatan pertumbuhannya dan diharapkan kontribusinya terhadap PDB naik menjadi 9%-11%, pada nilai ekspor nasional 12%-13%, serta penyerapan tenaga kerja 9%-11%.
Dalam
mengembangkan ekonomi kreatif tidak semudah yang dibayangkan, hal ini
dikarenakan pastinya akan banyak sekali bermunculnya hambatan yang dapat
mengganggu dalam pengembangan industri kreatif itu sendiri. Hambatan industri
kreatif ini bukan hanya datang dari bentuk kebijakan, tetapi juga dari para
pengusaha itu sendiri. Mereka dinilai belum memiliki mental entrepreneur yang
profesional, seperti tata kelola keuangan yang masih menyatu dengan kebutuhan
harian kemudian manajemen kepegawaian yang berdasarkan prinsip pertemanan tanpa
adanya koridor hukum yang jelas dalam mengatur kepemilikan dan pembagian
untung, sehingga ketika terjadi pecah usaha, industri tersebut akan mati
seiring dengan pecahnya usaha tersebut. Usaha-usaha yang dilakukan para
entrepreneur muda ini harus dilandasi juga dengan mental yang kuat dengan
motivasi memajukan usaha yang dirintis dari awal.
Pemberian
pelatihan melalui pelatihan industri kreatif perlu digalakkan pemerintah dan
dunia pendidikan seperti universitas. Bentuk pelatihan berupa pelatihan
keterampilan dan manajemen perusahaan profesional sangat penting untuk
mempertahankan kondisi pengusaha-pengusaha di industri kreatif. Perlu
dibentuknya asosiasi pengusaha industri kreatif untuk memperkuat usaha ini
sebagai salah satu bentuk usaha baru yang menekankan kepada inovasi dan
kreativitas pengusahanya. Industri kreatif berbasiskan seni yang memang
dimiliki masyarakat muda Indonesia merupakan suatu bentuk inovasi baru di saat
terengah-engahnya industri-industri besar di Indonesia saat ini. Hambatan yang
didapat dalam keberlangsungan industri kreatif ini antara lainnya ialah
pemerintah belum memandang serius industri kreatif di Indonesia sebagai
industri yang berpotensi mendatangkan devisa untuk Indonesia. Kebijakan
terintegrasi yang harus dibuat antara lain melindungi kreativitas anak-anak muda
Indonesia ini dengan memberi kemudahan untuk mendaftarkan kreativitasnya
sebagai hak cipta yang kelak boleh dipasarkan secara massal. Kebijakan
terintegrasi ini bukan hanya untuk sektor manufaktur kecil dan menengah seperti
distro dan clothing, tetapi juga sektor industri musik indie dan juga sektor
seni murni seperti lukisan, handycraft, industri kreatif berbasiskan lingkungan
seperti seni merangkai barang-barang bekas, dan industri lain yang memiliki
basis inovasi dan kreativitas.
Kemakmuran suatu
negara dapat dilihat dari daya saingnya. Daya saing tersebut didasarkan
pada produktivitas yang menghasilkan barang dan jasa. Kebijakan makro
ekonomi yang sehat dan institusi politik dan hukum yang stabil
diperlukan untuk mendukung kebijakan tersebut. Daya saing tersebut berakar
pada pandangan yang fundamental terhadap aspek mikro ekonomi suatu
negara serta didukung dengan kecanggihan operasi perusahaan dan strategi dan
kualitas lingkungan bisnis ekonomi mikro dimana perusahaan bersaing.
Pemahaman tentang dasar-dasar mikro ekonomi merupakan dasar kebijakan ekonomi
nasional. Disadari atau tidak liberalisasi perdagangan dunia memicu
pentingnya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Daya
saing produk Indonesia, terutama yang berbasis agro-industri dan keterkaitannya
terhadap sektor hulu dan hilir perlu dianalisis dan dipahami, serta faktor
pertumbuhan tersebut perlu dirumuskan dengan melakukan perbandingan dengan
agro-industri berbasis negara lain.
Daftar Pustaka
(http://geografi-bumi.blogspot.com/2009/10/klasifikasi-industri.html)
08 Mei 2015 pukul 13.02 WIB.
(http://www.academia.edu/4798569/DAYA_SAING_PRODUK_INDONESIA_DI_PASAR_GLOBAL_Menuju_Indonesia_Maju)
18 Mei 2015 pukul 20.00 WIB.
(http://arif-dani.blogspot.com/2012/01/peran-industri-kreatif-dalam.html)
22 Mei 2015 pukul 14.42 WIB.